Jakarta, Pahami.id –
Tim Advokasi Demokrasi (Taud) dan anggota dari bidang hukum Polres Metro Jaya Saling adu mulut dalam sidang praperadilan yang diajukan Khariq Anhar sebagai tersangka kasus dugaan penghasutan dan tindak pidana berdasarkan undang-undang informasi dan transaksi elektronik (Hukum itu) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (20/10).
Tim kuasa hukum Taud Gema Gita Persada mendalilkan penangkapan Khariq dilakukan secara paksa dan melawan hukum. Dia menilai proses penegakan hukum yang dilakukan Polda Metro Jaya tidak berjalan sesuai prosedur.
“Salah satu dalil yang kami sampaikan adalah proses penangkapan yang dilakukan tergugat [Kepala Kepolisian Polda Metro Jaya cq Direktur Reserse Kriminal Umum dan Direktur Reserse Siber] “Itu dilakukan dengan cara yang tidak manusiawi dan tanpa surat tugas,” kata Gema usai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (20/10).
Gema mengatakan, proses penangkapan Khariq dilakukan dengan cara yang tidak manusiawi dan manusiawi. Khariq ditangkap dan diseret saat berada di Bandara Soekarno Hatta.
“Itu dilakukan sekitar 5 anggota (polisi) di depan umum dan mereka diteriaki sebagai koruptor,” ujarnya.
Selain itu, Taud meminta hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa kasus tersebut untuk menghadirkan Khariq ke persidangan.
“Dari seluruh proses persidangan ada satu hal yang paling penting, kami mohon kepada hakim yang memeriksa perkara ini untuk menghadirkan Saudara Khariq sebagai pemohon dalam persidangan.
Penolakan polisi
Sementara itu, Bagian Hukum Polda Metro Jaya membantah seluruh dalil pemohon, termasuk proses penangkapan. Bidkum Polda Metro Jaya mengklaim penangkapan Khariq dilakukan sesuai prosedur dan dilakukan secara manusiawi.
Bahwa termohon dengan tegas menolak seluruh dalil pemohon yang pada pokoknya menyatakan bahwa penangkapan yang dilakukan terhadap pemohon adalah tidak sah, karena tergugat tidak menunjukkan surat tugas dan bersifat tidak manusiawi, tidak manusiawi dan tidak menghormati hak, kata anggota Bidkum Polda Metro Jaya.
Pernyataan ini merupakan pernyataan dan pendapat yang dibuat, bahwa penangkapan atau tindakan pemaksaan lainnya yang dilakukan oleh tergugat merupakan hak asasi manusia, dihormati dan berdasarkan hukum, ujarnya.
Bidkum Polda Metro Jaya membenarkan, proses penegakan hukum juga diketahui keluarga Khariq. Mereka menegaskan syarat formil dan materiil dalam proses ini telah dipenuhi sepenuhnya oleh penyidik.
“Selain itu, tindakan tersebut dapat dievaluasi berdasarkan prosedur hukum yang berlaku, sebagaimana diatur dalam undang-undang.
Ditegaskan, penangkapan yang dimaksud juga berdasarkan dua bukti permulaan yang cukup, yakni keterangan beberapa saksi yang saling berkorespondensi dan bukti surat berupa tangkapan layar postingan Instagram yang telah diedit oleh akun Instagram yang menggugat para pelajar tersebut.
Selain itu juga telah dilengkapi dengan administrasi penangkapan berupa surat perintah penangkapan, berita acara penangkapan dan pemberitahuan penangkapan kepada keluarga.
Saat penangkapan, jelas anggota Divisi Hukum Polda Metro Jaya, Khariq, menandatangani berita acara penangkapan.
Oleh karena itu, upaya penangkapan yang dilakukan tergugat terhadap pemohon sudah sesuai prosedur, sangat manusiawi dan menjaga hak asasi manusia berdasarkan ketentuan KUHAP dan Perkap Nomor 6 Tahun 2019 tentang penyidikan pidana, ujarnya.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya telah menyerahkan berkas perkara Khariq dan tiga tersangka lainnya ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jakarta. Saat ini penyidik masih menunggu pemeriksaan jaksa. Jika berkas dinyatakan lengkap, maka akan dilanjutkan ke Tahap II yakni menyerahkan tersangka dan barang bukti.
Oleh karena itu, permohonan praperadilan berpotensi gagal.
Tiga tersangka lain yang dimaksud adalah Direktur Lokataru Foundation Delpedro Marhaen, Staf Lokataru Foundation Muzaffar Salim, dan Admin Akun Instagram @Gejayanmemanggil Syahdan Husein.
(ryn/dal)