Berita 3 Kali Diperiksa, Dirut Sritex Ngaku Tak Tahu Pinjaman Bank Dikorupsi

by
Berita 3 Kali Diperiksa, Dirut Sritex Ngaku Tak Tahu Pinjaman Bank Dikorupsi


Jakarta, Pahami.id

Direktur Presiden PT Sritex Iwan Kurniawan Lukminto mengaku tidak mengetahui apakah dana kredit yang disediakan oleh bank untuk perusahaannya rusak oleh saudaranya, Iwan Setiewan Lukminto.

Ini disampaikan oleh Iwan setelah diperiksa oleh pengacara nasional muda untuk kejahatan khusus sebagai saksi dalam kasus korupsi untuk memberikan kredit dari bank untuk ketiga kalinya.


Iwan melalui pengacaranya Calvin Wijaya, diklaim hanya untuk mengetahui apakah kredit yang diterima dari bank digunakan untuk pengembangan bisnis.

“Apa yang diketahui klien saya adalah bahwa kredit hanya untuk mengembangkan bisnis dan pembayaran kepada karyawan. Ini sejalan dengan segalanya, menurut pertunjukan yang sesuai,” katanya kepada wartawan di The AGO Round Building pada hari Rabu (6/18).

Sementara itu, Iwan mengatakan dalam pemeriksaan 7 jam, dia diminta untuk menjawab 12 pertanyaan dari penyelidik.

Dalam ujian, ia juga mengklaim telah mengirimkan dokumen terkait dengan staf PT Sritex yang sebelumnya diminta oleh penyelidik.

“Jadi ada sekitar 12 pertanyaan oleh penyelidik dan dokumen peralatan yang juga saya kirimkan,” katanya.

Sebelumnya, ia menyebutkan tiga orang sebagai tersangka terkait dengan tuduhan korupsi dalam memberikan kredit dari bank ke Pt Sritex.

Tiga tersangka adalah mantan direktur pelaksana Pt Sritex Iwan Setiawan Lukminto; Direktur DKI Bank 2020, Zainuddin Mappa; dan Divisi Komersial BJB Bank dan Bank Corporation untuk tahun 2020, Dicky Syahbandinata.

Direktur Investigasi Jaksa Agung dari Undang -Undang Kejahatan Khusus Abdul Qohar mengatakan kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp692 miliar.

Qohar mengatakan nilai kerugian sesuai dengan jumlah kredit dari bank DKI dan bank BJB yang harus digunakan sebagai modal kerja. Dia menjelaskan bahwa uang kredit yang akan digunakan untuk modal kerja sebenarnya digunakan untuk melunasi hutang dan membeli aset yang tidak produktif.

“Itu tidak sesuai dengan nominasi yang tepat, yang merupakan modal modal tetapi disalahgunakan untuk melunasi hutang dan membeli aset yang tidak produktif,” katanya.

(TFQ/RDS)