Berita 2 WN Korsel Bisnis Thrifting di Bali 5 Tahun, Total Transkasi Rp669 M

by
Berita 2 WN Korsel Bisnis Thrifting di Bali 5 Tahun, Total Transkasi Rp669 M


Denpasar, Pahami.id

Dua importir menjadi tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan tindak pidana impor ilegal pakaian bekas atau penghematan dari Korea Selatan (Korsel).

Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri Brigjen Ade Safri Simanjuntak mengatakan, kedua tersangka berinisial ZK dan SB yang berdomisili di Bali ditangkap setelah berbisnis pakaian bekas di Pulau Dewata selama 5 tahun.

Barang (baju bekas) tersebut telah dikirim ke gudang ZT dan SB di Tabanan, dan dijual ke pedagang di Bali, Surabaya, dan Bandung, pada periode 2021 hingga 2025, kata Ade saat jumpa pers di Gor Ngurah Rai Denpasar Bali, Senin (15/12).


Dijelaskannya, kedua tersangka melakukan aksinya dengan melakukan pemesanan kepada dua warga negara asing (WNA) asal Korea Selatan berinisial KDS dan Kim, untuk memesan pakaian bekas di Korea Selatan dan mengirimkannya ke Indonesia dan tujuan akhir di gudang Tabanan Bali.

“Tersangka ZT dan SB memesan barang dari luar negeri melalui penghubung Korea Selatan dengan pembayaran melalui beberapa rekening tersangka, termasuk rekening atas nama orang lain dan melalui jasa remittance,” ujarnya.

Pakaian bekas selundupan dari Korea Selatan dikirim melalui jasa angkutan laut yang beroperasi dari Port Klang Malaysia dan ke Indonesia. Dalam dokumen tersebut, salah satu pakaian bekas tersebut dikirim ke Pekanbaru, Riau.

Hasil koordinasi dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menunjukkan masuk ke pelabuhan tidak resmi (di Indonesia), ujarnya.

Selain itu, tersangka ZT diketahui merupakan bos perusahaan angkutan bus Pt. Kym yang dananya diduga dicuci dari penjualan barang terlarang tersebut. Dari pemeriksaan terungkap modus operandi kedua tersangka sangat terstruktur.

“Mereka melakukan transfer ke pemasok menggunakan rekening atas nama sendiri, rekening atas nama pihak lain, bahkan menggunakan profil mahasiswa, serta melalui jasa pengiriman uang,” ujarnya.

Total transaksi Rp 669 miliar

Berdasarkan analisis transaksi keuangan PPATK, total transaksi impor ilegal yang dilakukan tersangka ZT dan SB pada periode 2021 hingga 2025 mencapai Rp669 miliar.

Dari beberapa transaksi senilai Rp669 miliar, transaksi yang dikirim ke luar negeri atau ke Korea Selatan mencapai Rp367 miliar, ujarnya.

Kemudian, keuntungan besar dari bisnis ilegal tersebut disamarkan atau dikenal dengan pencampuran atau pencampuran dana ilegal dengan bisnis legal yang dilakukan oleh kedua tersangka.

Hasil kejahatan tersebut sebagian besar digunakan untuk mengembangkan usaha bus angkut milik PT Kym dan juga toko pakaiannya, sehingga keuntungan dari penjualan barang ilegal tersebut tercampur dan seolah-olah berasal dari hasil usaha yang sah.

Ratusan toples pakaian dan bus disita

Sebanyak 698 toples pakaian bekas impor senilai Rp3 miliar milik BHR turut disita. Selain itu, 72 toples baju bekas impor milik ZT diduga masih ada nilainya
Aset senilai Rp288 juta dan 76 toples baju bekas impor milik tersangka SB, dengan nilai aset Rp300 juta turut disita.

Selain itu, 7 unit bus milik tersangka ZT dengan nilai aset Rp15 miliar, uang dari rekening sebesar Rp2.554.220.212 dan 1 unit mobil Mitsubishi Pajero bernomor polisi DK 1195 ACP senilai Rp500 juta sebanyak 1 unit.

Total aset yang disita berjumlah Rp22 miliar, ujarnya.

Atas perbuatannya, ZT dan SB dijerat pasal berbeda. Mereka disangka melanggar Pasal 111 Jo Pasal 47 ayat (1) dan/atau Pasal 112 ayat (2) Jo Pasal 51 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan sebagaimana telah diubah dalam UU Cipta Kerja dengan ancaman hukuman penjara paling lama 5 tahun dan/atau paling lama 5 tahun.

Selain itu, mereka juga dijerat Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Jo Pasal 64 KUHP dengan ancaman hukuman penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.

(kdf/dal)