Jakarta, Pahami.id –
Presiden Amerika Serikat Donald Trump disebut-sebut berusaha membujuk negara lain, terutama Indonesia dan Arab Saudi, untuk bergabung Perjanjian Abrahamperjanjian untuk menjalin hubungan resmi dengan Israel.
Menurut seorang pejabat senior pemerintah AS yang tidak mau disebutkan namanya, pejabat Gedung Putih percaya bahwa perjanjian gencatan senjata permanen di Jalur Gaza Palestina dapat membuka jalan bagi Indonesia dan Arab Saudi untuk menjalin hubungan dengan Israel.
Trump memang berhasil membuat Israel dan Hamas menandatangani perjanjian gencatan senjata yang sudah berlaku sejak 10 Oktober, meski Tel Aviv banyak melakukan pelanggaran sejak gencatan senjata berlangsung. Lebih dari 200 orang tewas akibat pemboman Israel sejak gencatan senjata terjadi.
Namun, Trump berusaha keras untuk mempertahankan gencatan senjata karena ia yakin hal itu akan memudahkan upayanya untuk melanjutkan Kesepakatan Abraham yang ia mulai pada masa jabatan pertamanya sebagai presiden AS.
Saat itu, beberapa negara mayoritas Arab dan Muslim seperti Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Maroko ikut serta dalam normalisasi hubungan dengan Israel melalui Abraham Accords.
Dikutip Pers terkait (AP), Trump juga memastikan akan terus memuji Indonesia dan sekutu AS lainnya di Asia yang dinilainya telah membantu mencapai gencatan senjata di Gaza, terutama saat kunjungannya ke Asia Tenggara pada pekan lalu.
Di antara para pemimpin yang dipuji, Trump sepertinya sengaja menyoroti satu nama secara khusus, yakni Presiden Indonesia Prabowo Subianto atas perannya dalam membantu upaya di Gaza.
“Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Malaysia dan Brunei, serta teman saya, Presiden Prabowo dari Indonesia, atas dukungannya yang luar biasa terhadap upaya menciptakan babak baru di Timur Tengah.
Sejak gencatan senjata di Gaza tercapai, Gedung Putih disebut melihat Indonesia sebagai mitra yang menarik bagi AS.
Di sisi lain, Prabowo Trump menunjukkan semangatnya untuk membangun hubungan dengan Trump dan memperluas pengaruh Indonesia secara global.
Oktober lalu, pada pertemuan di Mesir untuk menandai tercapainya gencatan senjata di Gaza, Prabowo tertangkap mikrofon sedang berbicara dengan Trump tentang peluang bisnis keluarga Trump. Dia tampak meminta Trump untuk mengatur pertemuan dengan putra presiden, Eric Trump, wakil presiden eksekutif Trump Organization, yang mengerjakan dua proyek properti di Indonesia.
Namun, seperti Arab Saudi, Indonesia terang-terangan menegaskan bahwa normalisasi hubungan dengan Israel hanya bisa dilakukan jika ada kejelasan mengenai pembentukan negara Palestina.
“Setiap visi Israel harus dimulai dengan pengakuan kemerdekaan dan kedaulatan Palestina,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia Yvonne Mewengkang, seperti dikutip Aplikasi Pada tanggal 1 November lalu.
Namun, pemerintah AS nampaknya punya alasan untuk optimis bahwa perjanjian gencatan senjata bisa membuka peluang bagi Indonesia untuk melunakkan sikapnya. Gedung Putih juga diyakini punya beberapa “kartu” yang bisa digunakan untuk mendekati Prabowo.
Beberapa kartu tersebut antara lain berupa tawaran bisnis dan dukungan dari Trump terkait keinginan Indonesia untuk bergabung dengan Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD). Indonesia melihat keanggotaan dalam organisasi yang beranggotakan 38 orang ini sebagai peluang untuk meningkatkan profil internasionalnya, memperluas akses pasar dan menarik investasi dari mitra OECD.
Peningkatan investasi AS di sektor industri Logam Tanah Langka di Indonesia juga dapat menjadi daya tarik. Indonesia merupakan salah satu dari 20 negara dengan perekonomian terbesar di dunia dan mempunyai ambisi untuk mendominasi pasar nikel global.
“Pendekatan transaksional Trump membuka peluang yang mungkin belum pernah ada sebelumnya,” kata mantan pejabat Departemen Luar Negeri AS yang terlibat dalam upaya normalisasi hubungan Israel-Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Joe Biden.
“Jika Indonesia menginginkan sesuatu dari Amerika Serikat, baik dalam bentuk penurunan tarif, perjanjian dagang, atau kerja sama keamanan, ini bisa menjadi peluang,” ujarnya.
Cnnindonesia.com Mencoba menghubungi juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia Vahd Nabyl A. Mulachela untuk mendapatkan tanggapan terkini atas laporan resmi AS ini. Namun hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan.
(RDS)

