Berita Suap & Gratifikasi Masih Marak di Kementerian dan Pemda

by


Jakarta, Pahami.id

Survei yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (Komisi Pemberantasan Korupsi) menyimpulkan korupsi dan kepuasan masih tersebar luas di kementerian/lembaga (K/L) dan pemerintah daerah.

Hal tersebut disampaikan Deputi Bidang Pencegahan dan Pengawasan Penghargaan KPK Nainggolan pada peluncuran Survei Penilaian Integritas (SPI) 2024 di Gedung KPK Juang Merah Putih, Jakarta, Rabu (22/1).

“Bibs dan rewards masih terjadi, 90 persen di kementerian/lembaga, ditambah 97 persen di pemerintah daerah (daerah, kota, dan kabupaten),” kata Pahala.


Dijelaskannya, kenaikan tersebut tidak hanya berdasarkan laporan eksternal saja, namun juga pengakuan dari pihak internal yang mengalami kenaikan cukup mendadak.

Sebanyak 36 persen responden internal yang disurvei menyatakan pernah melihat atau mendengar karyawan menerima hadiah berupa uang/barang/fasilitas dari pengguna jasa dalam setahun terakhir.

Angka ini meningkat 10 persen dari tahun sebelumnya. Staf internal menyatakan melihat adanya suap dan suap dari pihak swasta atau masyarakat sebagai pengguna jasa, tambahnya.

Jika melihat hasil survei, kata Pahala, statistiknya menunjukkan bahwa pengguna jasa telah memberikan sesuatu kepada pejabat tanpa persetujuan (gratifikasi) dan dengan persetujuan (suap/pungutan liar).

Persentasenya hampir sama yakni 50,05 persen untuk imbalan dan 49,95 persen untuk suap atau pemerasan.

Pahala mengatakan, survei yang dilakukan KPK juga mengungkap berbagai pola suap dan suap yang masih terjadi di lapangan seperti dari segi jenis hadiahnya, masih ditemukan suap/suap dalam bentuk uang dengan persentase mencapai . 69,70 persen, serta jenis lainnya meliputi barang (12,59 persen), fasilitas/hiburan (7,68 persen), dan golongan lain-lain (10,03 persen).

Responden eksternal menyatakan alasan pemberian suap/remunerasi paling banyak sebagai ungkapan terima kasih dengan persentase tertinggi mencapai 47,21 persen.

Kemudian mendapatkan perlindungan (17,52 persen); membina hubungan (15,51 persen); dan karena merasa malu atau tidak nyaman (14,22 persen).

Responden eksternal ini juga mengungkapkan bahwa informasi mengenai kewajiban memberikan sesuatu umumnya berasal dari informasi pejabat (42,07 persen), disusul inisiatif pribadi (22,3 persen), dan tradisi/kebiasaan menjadi alasan lain yang sering dikemukakan (16,65 persen), “ucap Pahala.

Berkaca dari temuan tersebut, Komite Pemberantasan Korupsi mengajak seluruh elemen masyarakat baik pemerintah maupun swasta untuk terus mendukung pemberantasan korupsi.

Salah satunya adalah tidak menjadi pemberi dan penerima suap/imbalan.

Pahala menambahkan, KPK juga mendorong komitmen pimpinan organisasi di lembaga pemerintah untuk terus melakukan perbaikan dan perubahan melalui pemodelan integritas dan penerapan sistem pencegahan korupsi di lembaganya.

Indeks Integritas Nasional Indonesia tahun 2024 memperoleh skor sebesar 71,53 dengan kategori kuning (hati-hati). Angka tersebut menunjukkan situasi yang masih rentan terhadap praktik korupsi.

(ryn/tidak)