Jakarta, Pahami.id –
Sidang pertama klaim empat orang Pari, Indonesia, terhadap raksasa raksasa perusahaan asli SwissHolcim, akan diadakan pada hari Rabu (3/9) di Zug Court, Swiss.
Klaim ini mensyaratkan akuntabilitas Holcim atas kerusakan iklim yang mengancam kelangsungan hidup penduduk pulau kecil karena meningkatnya permukaan laut.
Kutipan AfpMinggu (31/8), dua dari empat penggugat, Asmania dan Arif Culauto, tiba di Swiss untuk menghadiri upaya awal yang akan menentukan apakah klaim pengadilan dapat melanjutkan ke tahap persidangan penuh.
Mereka menuntut kompensasi 3.600 franc Swiss (sekitar Rp. 74 juta) per orang untuk kerusakan dan dukungan untuk upaya perlindungan lingkungan seperti hutan bakau dan konstruksi gelombang.
Kasus ini adalah yang pertama diusulkan oleh orang Indonesia untuk perusahaan asing untuk kerusakan iklim, serta gugatan iklim pertama terhadap perusahaan semen besar dunia.
Holcim menekankan bahwa mereka berkomitmen untuk tindakan iklim, tetapi menyatakan bahwa alokasi emisi karbon harus ditentukan oleh pemerintah, bukan pengadilan sipil.
Produksi semen diketahui bertanggung jawab sekitar 8 persen dari emisi karbon global. Holcim disebut sebagai salah satu dari 100 perusahaan yang memproduksi rilis CO2 terbesar di dunia, dengan kontribusi 0,42 persen untuk emisi industri global sejak 1750.
Asmania, salah satu penggugat yang kehilangan kolam rumput laut karena banjir pasang, berharap kasus ini akan menjadi inspirasi bagi para korban krisis iklim di seluruh dunia.
Meskipun Arif mengungkapkan bahwa banjir gelombang telah menggores pantai tempat dia bekerja dan merusak peralatan bengkelnya.
Selain kompensasi, penggugat juga menuntut Holcim untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 43 persen pada tahun 2030 dan 69 persen pada tahun 2040, menurut target perjanjian Paris untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celcius.
Persidangan ini dipandang sebagai momentum penting dalam pergerakan undang -undang lingkungan global, terutama dalam menuntut akuntabilitas perusahaan atas dampak krisis iklim yang dirasakan oleh negara -negara di Global Selatan.
(LDY/BAC)