Jakarta, Pahami.id –
Mahkamah Konstitusi percaya bahwa pelaksanaan pemilihan umum umum dan lokal dapat membuat pemilih bosan dengan pemilihan.
Ini terkandung dalam keputusan Mahkamah Konstitusi No. 135/PUU-XXII/2024 yang pada dasarnya menyatakan pemisahan waktu pemilihan di tingkat nasional dengan daerah tersebut dengan periode tercepat dua tahun.
“Saatnya mengadakan pemilihan umum anggota DPR, anggota DPD, presiden/wakil presiden, dan anggota distrik/distrik/kota DPRD yang berdekatan dengan waktu gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wakil/wakil gubernur, juga memiliki potensi [3.16.5].
Dalam pertimbangannya, panel konstitusional juga percaya bahwa kebosanan dipicu oleh pengalaman pemilih yang harus memilih dan membuat pilihan di antara banyak kandidat.
Pada saat yang sama mereka harus membuat pilihan dalam pemilihan anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden, dan Distrik/Distrik/Kota DPRD dengan model lima kotak.
“Pengalaman di Stasiun Polling (TPS) membuktikan, fokus pemilih dibagi menjadi terlalu banyak kandidat dan pada saat yang sama waktu yang tersedia untuk memilih sangat terbatas,” kata hakim konstitusional.
Selain itu, periode waktu hampir bersama -sama dan ditambah dengan penggabungan pemilihan umum anggota DPRD dalam pemilihan umum anggota DPR, anggota DPD, dan presiden/wakil presiden pembangunan regional cenderung tenggelam di tengah masalah negara.
Mahkamah Konstitusi percaya bahwa bahkan sebagai bagian dari Uni Republik Indonesia, masalah pembangunan regional juga harus menjadi fokus.
“Dan tidak mungkin untuk tenggelam di tengah masalah pembangunan/masalah nasional,” katanya.
Pengadilan sebelumnya telah memutuskan bahwa implementasi pemilihan nasional dan regional dipisahkan oleh maksimal dua tahun atau maksimum dua tahun dan enam bulan.
Pemilihan nasional meliputi pemilihan anggota DPR, DPD, dan presiden dan wakil presiden, sementara pemilihan regional termasuk pemilihan anggota DPRD regional, distrik/DPRD, serta pemimpin dan perwakilan regional.
“Mengingat permintaan pemohon untuk divisi tersebut,” kata Ketua Hakim Suhartoyo untuk membaca hasil 135/PUU-XXII/2024 di Pengadilan MK, Jakarta, Kamis (6/26).
(MNF/DMI)