Jakarta, Pahami.id —
Beberapa pejabat senior dan staf Presiden Yoon Suk Yeol mengajukan pengunduran diri secara serentak pada 1 Januari 2025, tepat satu hari setelah penjabat presiden, Choi Sang Mok, melantik dua hakim agung ke Mahkamah Konstitusi.
Mereka yang mengajukan pengunduran diri antara lain Kepala Staf Kepresidenan Chung Jin Suk, Penasihat Keamanan Nasional Shin Won Sik, Kepala Staf Kebijakan Sung Tae Yoon, dan Penasihat Kebijakan Luar Negeri Chang Ho Jin.
Selain itu, penjabat ketua Komisi Komunikasi Korea Kim Tae Kyu juga mengungkapkan niatnya untuk mengundurkan diri sebagai bentuk protes terhadap keputusan Choi menunjuk kedua hakim tersebut. Kim Tae Kyu telah bertindak sebagai penjabat pengawas komunikasi sejak ketua sebenarnya, Lee Jin Sook, dipecat pada Agustus 2024.
Choi pada 31 Desember 2024 mengangkat dua hakim agung ke Mahkamah Konstitusi. Keputusan ini sebagian memenuhi permintaan pihak oposisi untuk mengisi tiga posisi di sembilan kursi anggota MK sebelum keputusan pemakzulan Presiden Yoon.
Kantor kepresidenan Korea Selatan menyatakan penyesalannya atas keputusan Choi. Mereka mengatakan Choi telah melampaui wewenangnya sebagai pemimpin sementara.
Yonhap pada Rabu (1/1) mengatakan, berdasarkan hukum di Korea Selatan, diperlukan setidaknya enam suara untuk melaksanakan mosi pemakzulan. Artinya, diperlukan penunjukan tiga hakim tambahan untuk meningkatkan peluang Yoon untuk dicopot.
Mahkamah Konstitusi mempunyai waktu hingga enam bulan untuk memutuskan apakah akan memberhentikan Yoon dari jabatannya, atau mengembalikannya.
Sementara itu, Choi, yang juga menjabat sebagai wakil perdana menteri bidang ekonomi dan menteri keuangan, menurut Kementerian Keuangan, tidak berencana menerima pengunduran diri ajudan senior Yoon tersebut.
“(Choi) berpendapat sekarang adalah waktu yang tepat untuk fokus pada stabilisasi kehidupan masyarakat dan urusan negara,” kata kementerian itu dalam pesannya kepada media. “Dia tidak berniat menerima pengunduran diri mereka.”
Pengunduran diri para petinggi Yoon terjadi setelah Pengadilan Seoul mengeluarkan surat perintah penangkapan Presiden Korea Selatan pada 31 Desember 2024.
Keputusan tersebut menjadikan Yoon sebagai presiden Korea Selatan pertama yang menghadapi penahanan saat menjabat.
Yoon tidak hanya menghadapi pemakzulan oleh Senat bulan lalu atas drama darurat militer tersebut, namun juga menghadapi penyelidikan kriminal atas keputusan mengejutkan tersebut.
Yoon dituduh mendalangi penerapan darurat militer, mengorganisir pemberontakan dan menyalahgunakan kekuasaan.
(Tim/final)