Berita Naim Qassem Pimpin Hizbullah sampai Dunia Kutuk Israel Blokade UNRWA

by

Daftar isi



Jakarta, Pahami.id

Milisi Hizbullah di Lebanon mengangkat Syekh Naim Qasem sebagai pemimpin baru mereka pada Selasa (29/10).

Selain itu, dua negara di Asia Tenggara yaitu Malaysia dan Thailand sedang menyelidiki penemuan residu kimia berbahaya pada anggur muscat impor.


Berikut rangkumannya di International Flash hari ini, Rabu (30/10).

Kelompok milisi Lebanon, Hizbullah, menunjuk Sheik Naim Qassem pada Selasa (29/10) sebagai pemimpin baru mereka menggantikan Hassan Nasrallah.

“Qassem dipilih untuk posisi tersebut karena dia menganut prinsip dan tujuan Hizbullah,” kata Hizbullah dalam sebuah pernyataan.

Sebelum menduduki jabatan teratas Hizbullah, Naim, yang kini berusia 71 tahun, menjabat sebagai wakil pemimpin Hizbullah. Dia menemani Nasrallah memimpin kelompok milisi.

Malaysia dan Thailand melancarkan penyelidikan terhadap anggur impor Shine Muscat, setelah diduga mengandung residu kimia berbahaya.

Pekan lalu, Jaringan Peringatan Pestisida Thailand (Thai-PAN) mengumumkan puluhan residu bahan kimia berbahaya ditemukan dalam anggur Shine Muscat yang diimpor ke Thailand.

Kementerian Pertanian dan Keamanan Pangan (KPKM) Malaysia juga menyatakan akan melakukan pemeriksaan mendalam terhadap buah anggur Shine Muscat di negara tersebut.

Sebelumnya, 23 dari 24 sampel anggur Shine Muscat yang diambil dari 15 toko di Bangkok ditemukan mengandung residu pestisida pada tingkat di atas batas normal.

Sejumlah negara mengecam dan menyatakan keprihatinannya setelah Israel mengesahkan undang-undang yang melarang operasi badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) di Yerusalem Timur.

Parlemen Israel mengesahkan dua undang-undang mengenai pelarangan UNRWA. Pertama, mereka mengesahkan undang-undang yang mengakhiri operasi UNRWA di Yerusalem Timur. Mereka mengklaim wilayah ini sebagai bagian dari Negara Zionis.

Parlemen juga mengesahkan undang-undang yang mengakhiri partisipasi Israel dalam Perjanjian Comay-Michelmore pada tahun 1967. Perjanjian ini memberi mereka mandat untuk memberdayakan dan memfasilitasi kerja UNRWA.

Tindakan tersebut memancing kemarahan dunia internasional mulai dari China, Rusia, Yordania, Inggris, Australia termasuk Indonesia.

(tim/dna)