Jakarta, Pahami.id –
Sejumlah media Malaysia Menyoroti laporan bahwa taipan Indonesia, Riza Chalid, sekarang sedang terdeteksi di negara -negara tetangga.
Riza Chalid adalah bos minyak bernama salah satu dari sembilan tersangka dalam korupsi produk tata kelola minyak mentah dan menyaring pabrik-pabrik di PT Pertamina Subholding dan kontrak kontrak kolaboratif 2018-2023 (KKKS).
Dia didakwa dengan posisinya sebagai pemilik menguntungkan dari Equator PT Navigator dan PT Orbit Terminal Peacock (OTM).
Malaysia gratis hari ini Dalam sebuah artikel berjudul “Taipan minyak Indonesia dikaitkan dengan kasus korupsi yang dikatakan di Malaysia“Laporan bahwa Riza telah berada di negara-negara tetangga sejak 6 Februari, setelah meninggalkan Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
Malaysia gratis hari ini mengutip Direktur Jenderal Akting Imigrasi Yuldi Yusman.
“Direktur Jenderal Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa partainya telah mengoordinasikan imigrasi Malaysia untuk mengkonfirmasi keberadaan Riza,” kata sebuah laporan media.
Waktu Selat Baru Juga melaporkan laporan yang sama bahwa pedagang minyak diyakini berada di Malaysia, di tengah -tengah Dewan Kejaksaan -Jenderal Republik Indonesia (lalu RI).
Waktu Selat Baru Juga ambil bagian Yuldi, dilaporkan oleh Tempo.
“Keberadaannya dikatakan hari ini di Malaysia,” kata Yuldi kepada Tempo pada hari Rabu (7/16).
The New Straits Times juga menyoroti pernyataan Yuldi bahwa Riza belum kembali ke tanah airnya sejak meninggalkan Indonesia.
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia saat ini secara ketat mengoordinasikan imigrasi Malaysia yang terkait dengan lokasi Riza.
Yang lalu telah menunjuk 18 tersangka dalam kasus korupsi ini. Lusinan tersangka termasuk Riva seperti Presiden PT Ptamina Patra Niaga dan Yoki Firnandi sebagai Presiden Pengiriman Internasional Ptamina Presiden Ptamina.
Putra Riza Chalid, Muhammad Kerry Andrianto Riza, juga salah satu tersangka. Penentuan statusnya disebabkan oleh posisinya sebagai manfaat dari Ekuator PT Navigator.
Terakhir, total kerugian negara dalam kasus korupsi mencapai RP285 triliun, yang terdiri dari kerugian finansial nasional Rp193.7 dan Rp91,3 triliun dari kerugian ekonomi negara itu.
(BLQ/BAC)