Jakarta, Pahami.id –
Komisi Pemberantasan Korupsi (Komisi Pemberantasan Korupsi) menegaskan kerugian negara pada Kerja Sama Usaha (KSU) dan pengambilalihan PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) 2019-2022 nyata.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo mengatakan, fakta tersebut juga disampaikan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dalam sidang putusan pada Kamis, 20 November 2025.
Putusan Majelis Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan terdakwa Ira Puspadewi, Direktur Utama PT ASDP periode 2017-2024 terbukti bersalah melakukan perbuatan melawan hukum kerjasama PT JN dengan PT ASDP.
Hal itu disampaikan Budi untuk menolak sejumlah postingan yang beredar di media sosial yang semuanya mendukung pembelaan Ira, tanpa melihat fakta hukum yang terungkap dalam persidangan.
Dikatakannya, nilai kerugian yang besar dan hampir mendekati total kerugian merupakan selisih antara harga transaksi dengan nilai yang diperoleh PT ASDP (price vs value), serta mencerminkan dampak finansial dan bisnis akuisisi terhadap PT ASDP pada saat akuisisi.
Budi menjelaskan, kerugian negara merupakan akibat dari perbuatan melawan hukum (PMH) dalam proses akuisisi, termasuk pengkondisian proses dan hasil penilaian oleh Kantor Pelayanan Penilaian Umum (KJPP) yang melakukan penilaian terhadap kapal dan penilaian perusahaan secara keseluruhan.
Pengkondisian kapal tersebut dilakukan atas sepengetahuan direksi PT ASDP, sedangkan nilai valuasi saham/perusahaan, KJPP disesuaikan dengan harapan direksi ASDP, termasuk menentukan diskon terhadap kekurangan pasar (DLOM) yang lebih rendah dari pilihan yang ada, kata Budi.
Selain tidak hanya terlihat dari perubahan versi makalah penilaian, perbandingan nilai kapal yang sama dengan kapal PT ASDP yang sama ukuran dan umurnya, serta asumsi yang digunakan konsultan, terdapat bukti perbincangan antar pihak yang membenarkan fakta pengondisian.
Selain itu, lanjut Budi, kesehatan keuangan PT Jn sebagai perusahaan yang diakuisisi pada periode sebelum diakuisisi (2017-2021) berada dalam tren menurun atau menurun.
Hal ini terlihat dari rendahnya dan menurunnya rasio keuntungan atau return on assets, serta kemampuan melunasi kewajiban lancar atau rasio likuiditas atau sering disebut dengan current rasio.
Hal tersebut tidak dipertimbangkan oleh Direksi dan tidak dievaluasi bersama dengan konsultan uji tuntas untuk mengevaluasi kemungkinan akuisisi, kata Budi.
Sementara dari sisi aset, Budi mengungkapkan lebih dari 95 persen nilai aset merupakan kapal berusia di atas 30 tahun yang nilai bukunya meningkat hingga dilebih-lebihkan melalui skema akuntansi kapitalisasi biaya pemeliharaan, revaluasi nilai kapal, transaksi pembelian kapal secara aksi tanpa transaksi pembayaran sebenarnya.
Dari sisi liabilitas, masih terdapat utang bank sebesar Rp580 miliar pada saat akuisisi, kata Budi.
“Tidak hanya berdasarkan analisis laporan dan data keuangan PT JN, permasalahan keuangan yang dihadapi PT JN juga ditemukan dalam perbincangan antara bagian akuntansi dan manajer keuangan PT JN serta atasannya,” ujarnya.
Budi menambahkan, proses dan pengambilan keputusan uji tuntas yang tidak tepat tidak hanya berdampak pada harga transaksi yang mahal tersebut, namun pertimbangan bisnis akuisisi juga menjadi tanda tanya.
Selain itu, berdasarkan data riil, keputusan investasi yang realistis tidak mungkin dilakukan. Sebab, berinvestasi sama saja dengan mengejar keuntungan 4,99 persen, menggunakan modal dengan tingkat bunga 11,11 persen.
“Kerugian akan semakin meningkat di masa depan,” tegas Budi.
Budi mengatakan, perhitungan nilai saham perusahaan PT JN oleh tim AF dengan metode pendapatan atau diskonto arus kas berdasarkan data tersebut menghasilkan nilai saham PT JN sebesar -383 miliar.
Sedangkan jika menggunakan metode kekayaan bersih yang akhirnya digunakan dalam penghitungan kerugian keuangan negara atau PKKN, nilai saham PT JN adalah -96,3 miliar.
Perhitungan kekayaan bersih dengan cara dikurangi dengan total aset dan total liabilitas PT JN setelah nilai kapal PT JN disesuaikan dengan penilaian ahli teknik pelayaran.
“Dengan nilai saham/perusahaan yang negatif ini (sesuai hasil analisa), maka jika ada pembayaran atas akuisisi saham PT Jn, maka kerugiannya bukan hanya sebesar nilai pembayarannya, tetapi akan ditambah dengan nilai negatif saham tersebut yaitu 96,3 miliar,” jelas Budi.
Selain itu, dalam akuisisi PT JN oleh PT ASDP, yang diakuisisi PT ASDP tidak hanya aset PT JN saja, namun juga liabilitas PT JN seperti utang bank, utang pembiayaan, utang usaha, dan lain-lain.
Jadi, nilai Rp 19 miliar itu bukan nilai kapalnya, melainkan nilai perusahaan setelah dikurangi kewajiban yang harus ditanggung manajemen PT Jn sebagai anak perusahaan PT ASD.
Budi menyatakan, kewajiban PT Jn juga berdampak pada PT ASDP, dimana PT ASDP harus memberikan pinjaman pemegang saham kepada PT JN agar PT JN dapat membayar sebagian kewajibannya.
Hingga 31 Desember 2024, PT JN masih belum mampu melunasi pinjaman pemegang saham kepada PT ASDP. Pendeknya, hingga saat ini PT JN sebagai anak perusahaan PT ASDP masih merugi dan masih memiliki kewajiban atau utang yang harus dibayar, kata BUDI.
Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis Ira Puspadewi 4 tahun 6 bulan penjara dan denda RP. 500 juta, anak perusahaan hingga 3 bulan penjara.
Sementara itu, Direktur Komersial dan Jasa PT ASDP Muhammad Yusuf Hadi dan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP periode Juni 2020-sekarang Harry Muhammad Adhi Caksono divonis 4 tahun dan denda Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan.
Menurut hakim, terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi yang menimbulkan kerugian keuangan negara hingga Rp1,25 triliun pada KSU dan akuisisi PT JN oleh PT ASDP pada 2019-2022.
Perkara nomor: 68/pid.sus-tpk/pn.jkt.pst diperiksa dan diadili oleh Ketua Panel Sunoto dengan hakim anggota Nur Sari Baktiana dan Mardiantos. Keputusan tersebut tidak bulat alias diwarnai perbedaan pendapat atau pendapat Sunoto.
Menurutnya, Ira dkk seharusnya diganjar hukuman penjara (debit van all recht vervolgen) karena tidak ada tindak pidana korupsi dalam kasus KSU dan pengambilalihan PT JN oleh PT ASDP.
Ia menilai kasus tersebut lebih tepat diselesaikan secara perdata karena tindakan Ira dkk dalam mengakuisisi PT Jn dilindungi prinsip Business Judgement Rules (BJR).
(ryn/dal)

