Jakarta, Pahami.id —
Kenya secara resmi membatalkan kenaikan pajak setelah sedikitnya 19 orang tewas dalam demonstrasi berdarah awal pekan ini. Warga Kenya turun ke jalan menolak rancangan undang-undang kenaikan pajak yang disahkan parlemen pada Selasa (25/6) sore.
Protes berubah menjadi demonstrasi berdarah setelah polisi melepaskan tembakan ke arah massa di luar gedung parlemen. 19 orang tewas di Nairobi, menurut data pengawas hak asasi manusia.
Tak lama kemudian, Presiden Kenya William Rutto menyatakan kebijakan terkait kenaikan pajak akan ditarik atau dibatalkan.
Oleh karena itu, saya tidak akan menandatangani RUU Keuangan 2024, dan akan ditarik,” kata Ruto dalam konferensi pers, Rabu (26/6), seperti dilansir AFP.
“Masyarakat telah berbicara.”
“Saya sarankan keterlibatan generasi muda negara kita, putra-putri kita, agar kita bisa mendengarkan mereka,” imbuhnya.
Pernyataan tersebut berbeda dengan pernyataannya pada Selasa (25/6) malam yang menyamakan sebagian pengunjuk rasa dengan penjahat.
Karena itu, para pengunjuk rasa terus mengkritik William Rutto. Salah satunya Hanifa Adan yang menilai pernyataan terbaru Presiden Kenya hanya sekedar formalitas humas (humas).
“Dia menyampaikan pidato itu untuk mencoba mengintimidasi kami,” kata Adan merujuk pada pernyataan pertama Rutto pada Selasa malam.
“Dia kemudian menyadari bahwa itu tidak mempengaruhi kami, jadi sekarang PR,” tambahnya. “RUU tersebut telah ditarik, tapi bisakah mereka menghidupkan kembali orang mati?”
Oleh karena itu, para pengunjuk rasa menyerukan aksi demonstrasi baru pada Kamis (27/6).
“Besok kami akan kembali berbaris dengan damai dengan mengenakan pakaian putih, untuk seluruh rakyat kami yang gugur,” kata Adan.
“Kamu tidak bisa membunuh kami semua.”
Para pengunjuk rasa menyebarkan “Tupatane Thursday” yang berarti “Kita bertemu Kamis” dalam bahasa Swahili, bersama dengan tagar #Rejectfinancebill2024 di media sosial.
Sebelumnya, pengunjuk rasa mengepung gedung parlemen ketika anggota parlemen menyetujui rancangan undang-undang kenaikan pajak. Warga Kenya memprotes kebijakan tersebut karena RUU tersebut akan semakin mencekik nasib masyarakat di negara tersebut.
Polisi menembakkan peluru tajam setelah gagal membubarkan massa dengan gas air mata dan meriam air.
Paramedis mengatakan kepada Reuters setidaknya 10 orang tewas akibat tembakan polisi. Wartawan Reuters juga baru menghitung sedikitnya lima jenazah pengunjuk rasa yang tewas di lokasi demonstrasi.
Para pengunjuk rasa memprotes undang-undang perpajakan yang akan menaikkan pajak karena biaya hidup di Kenya sudah sangat tinggi.
“Kami sibuk bekerja setiap hari, tapi kami tidak mampu membiayainya karena biaya hidup akhir-akhir ini semakin mahal,” kata salah satu pengunjuk rasa, Daniel Mwangi.
“Kami sudah tidak punya pekerjaan lagi makanya kami di sini (demonstrasi) setiap hari. Kalau tidak bisa mencari nafkah lagi, paling tidak kami mati karena suatu hal,” imbuhnya.
(AFP/Kris)