Berita Kenapa Taliban Larang Perempuan Bersuara Termasuk saat Baca Al Quran?

by


Jakarta, Pahami.id

Taliban mengeluarkan peraturan terbaru yang menyebutkan perempuan dalam Afganistan tidak bisa mengeluarkan suara meski sedang salat dan mengaji.

Menteri Taliban Penyebar Kebajikan dan Mencegah Kejahatan (Amar Ma’ruf nahi munkar) Mohammad Khalid Hanafi juga mengatakan, perempuan sebaiknya menahan diri untuk tidak membuat keributan saat salat di depan perempuan lain.


Mengapa Taliban melarang perempuan berbicara?

Suara seorang wanita adalah privasi

Menteri Khanafi mengatakan suara perempuan adalah privasi. Bagian pribadi perempuan, kata dia, tidak boleh didengarkan di depan umum.

Hal inilah yang menyebabkan Taliban melarang perempuan bersuara. Bahkan ketika berdoa dan membaca Al-Quran.

“Bahkan jika seorang wanita dewasa sedang salat dan wanita lain sedang berjalan, dia tidak boleh berdoa dengan suara yang cukup keras agar dapat didengar oleh wanita lain,” kata Khanafi.

Selain dilarang membaca keras-keras saat mengaji, Taliban juga melarang perempuan bernyanyi, berbicara satu sama lain, bahkan mengumandangkan azan.

“Meski perempuan tidak diperbolehkan mengumandangkan takbir dan azan, namun yang pasti mereka tidak boleh menyanyikan lagu atau musik,” kata Hanafi pada Sabtu (26/10), dalam pemberitaan media Afghanistan yang dikutip The Independent.

Aturan baru ini dibuat dua bulan setelah Taliban mewajibkan perempuan di Afghanistan untuk menutupi seluruh tubuh, termasuk wajah, saat keluar rumah.

Beberapa pengamat dan pakar hak asasi manusia khawatir bahwa peraturan ini akan membuat perempuan di Afghanistan terisolasi dan semakin dibungkam.

Taliban berkuasa setelah menggulingkan pemerintahan sah pada Agustus 2021.

Selama berkuasa, mereka menerapkan peraturan yang seringkali mendiskriminasi, merendahkan dan membatasi pergerakan perempuan di Afghanistan.

Perempuan dilarang bekerja, dilarang bersekolah, dilarang keluar rumah, bahkan dilarang berbicara.

“Ini lebih dari sekedar misogini. Ini mewakili tingkat kontrol yang ekstrim dan tidak masuk akal,” kata Nafiza Haqbal, mantan diplomat di Afghanistan.

(gas/bac)