Jakarta, Pahami.id —
Komisi Pemberantasan Korupsi (Komisi Pemberantasan Korupsi) menangkap tersangka kasus korupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP) Paul Tannos yang menjadi pengungsi.
Tannos ditangkap di Singapura. Saat ini tim KPK sedang bergerak ke Singapura untuk mengurus ekstradisi Tannos.
Benar Paulus Tannos ditangkap di Singapura dan kini ditahan, kata Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto kepada CNNIndonesia.com melalui pesan tertulis, Jumat (24/1).
Paulus Tannos, Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek e-KTP bersama tiga orang lainnya pada Agustus 2019.
Ketiga orang tersebut adalah mantan Direktur Utama Perusahaan Percetakan Negara Isnu Edhy Wijaya; Anggota DPR 2014-2019 Miriam S. Haryani; dan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Pelaksana e-KTP Husni Fahmi.
PT Sandipala Arthaputra menjadi salah satu pihak yang diperkaya proyek e-KTP yang menimbulkan kerugian keuangan nasional hingga Rp 2,3 triliun. Perusahaan disebut menerima Rp 145,8 miliar.
Sebelum ditangkap pada Januari 2025, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah mendeteksi Paulus di Thailand. Informasi tersebut disampaikan KPK pada Januari 2023. Paulus tak bisa ditahan karena ada kendala.
Komisi Pemberantasan Korupsi mengungkap Paulus telah berpindah kewarganegaraan. Paulus disebut telah mengubah identitas dan paspornya di Afrika Selatan.
Ternyata yang bersangkutan telah mengganti identitas dan paspornya ke negara lain di Afrika Selatan, kata Juru Bicara KPK Ali Fikri, Agustus 2023.
Direktur Penyidikan (Dirdik) KPK saat itu, Brigjen Asep Guntur Rahayu mengatakan, KPK meski sudah menghadap Paulus, namun tetap belum bisa melaksanakan hukuman mati.
“Kami juga sudah menangani yang bersangkutan, namun hukuman mati belum bisa dilakukan karena faktanya paspornya masih baru di salah satu negara di Afrika. [Selatan] Dan namanya berbeda, bukan Paulus Tannos, kata Asep saat itu
“Kami menunjukkan foto yang sama, ‘Guru, ini foto yang sama’. Tapi kenyataannya, ketika kami melihat dokumen itu, namanya berbeda,” tambah Asep.
Atas kendala tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi telah berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri untuk memproses hukum Paulus. Negara penerbit paspor diminta membatalkan paspor Paul karena ia telah melakukan tindak pidana di Indonesia.
Hingga akhir masa kepemimpinan KPK pada tahun 2024, Paulus tidak pernah ditangkap. Dia baru ditangkap pada masa kepemimpinan KPK saat ini.
“Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini sedang berkoordinasi dengan Polri, Kejaksaan Agung, dan Kementerian Hukum serta melengkapi persyaratan yang diperlukan untuk dapat mengekstradisi yang bersangkutan ke Indonesia untuk segera diadili. . mungkin,” kata Wakil Ketua Komite Pemberantasan Korupsi Fitroh Rohcahyanto.
(yo/dal)