Jakarta, Pahami.id –
Hakim tidak mati Djuyamto Dan agama Syariah Baharudin berencana untuk mengembalikan uang yang diduga berasal dari korupsi terkait dengan manajemen kasus perusahaan dalam kasus ekspor ekspor minyak (minyak sawit minyak mentah)CPO) dan turunannya untuk periode Januari-April 2022.
Rencana pengembalian disajikan oleh tim penasehat hukum Djuyamto dan Agam selama persidangan di Pengadilan Korupsi (Tipikor) di Pengadilan Distrik Jakarta Tengah (PN) pada hari Rabu (8/10). Pengadilan hari ini memiliki agenda untuk memeriksa saksi mahkota.
Tim Penasihat Hukum Djuyamto mengatakan bahwa berdasarkan informasi dari cabang Perwakilan Dewan Nahdlatul Ulama (MWC NU) Kartasura, tanah yang direncanakan untuk konstruksi untuk kantor terintegrasi dijual.
Sementara itu, Djuyamto adalah kepala eksekutif kantor terintegrasi Nu Kartasura. Ini terungkap dari kesaksian bendahara MWC Nu Kartasura, Suratno, yang diperiksa sebagai saksi dalam persidangan pada pertengahan Desember.
“Dalam hal ini, telah menyatakan bahwa nilai total adalah Rp 5,5 miliar.
Tim penasihat hukum meminta panel juri untuk instruksi pengembalian. Karena, ada opsi untuk menyerahkan uang secara tunai atau mengirimkannya ke rekening deposit akun virtual dari jaksa penuntut.
“Panel memiliki izin untuk membahas dan memutuskan hari ini, sebelum membaca klaim mungkin minggu depan atau pada sidang berikutnya,” katanya.
Ketua Hakim Effendi tidak terburu -buru untuk memberikan permintaan ini. Dia meminta pendapat dari jaksa penuntut umum terlebih dahulu.
“Apa tanggapan dari jaksa penuntut?” tanya hakim.
“Pertama, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada kepercayaan yang baik pada NU, jadi kedua, implementasinya adalah di kantor jaksa penuntut umum Jakarta,” kata jaksa penuntut.
“Implementasinya terletak di Kantor Jaksa Penuntut Distrik Jakarta Tengah, Yang Mulia. Mungkin kita perlu waktu untuk berkoordinasi,” kata jaksa penuntut.
“Jadi, apa prosesnya?” tanya hakim lagi.
“Lalu kita akan menyimpannya di rekening pendapatan. Lalu kita akan meminta keputusan penyitaan dari bangsawan,” kata jaksa penuntut.
“Tapi sekarang kita tidak percaya, kita belum melihat uang itu,” kata hakim.
“Ya, itulah sebabnya pada kesempatan ini kami meminta panel juri untuk mengirimkannya ke jaksa penuntut sehingga akun perawatan dapat dibuka segera sehingga kami dapat menyerahkannya ke panel,” tambah tim penasihat hukum Djuyamto.
Panel hakim kemudian menuntut agar masalah tersebut dikomunikasikan lebih lanjut antara tim penasihat hukum dan jaksa penuntut umum.
“Komunikasi dapat dibangun, hanya berkomunikasi nanti,” kata hakim.
Selain djuyamto, terdakwa agama Syarief juga ingin mengembalikan uang yang diduga terkait dengan 1 miliar kasus IDR.
“Tolong minta kebenaran, Yang Mulia, dari tim penasihat hukum, Yang Mulia.
“Baiklah, cukup koordinasikan Kantor Kejaksaan secara langsung dan temui jaksa penuntut di Kantor Kejaksaan Distrik Jakarta Tengah,” kata hakim itu.
Sebelumnya, panel juri menyerahkan keputusan yang dirilis kepada terdakwa perusahaan PT GEMS Green Group, PT Wilmar Group dan Pt Mas Group dalam korupsi dalam ekspor minyak kelapa sawit (CPO) dan turunannya untuk periode Januari -2022.
Mereka adalah djuyamto sebagai ketua panel dan dua hakim anggota, agama Syarief Baharudin dan Ali Muhtarom.
Jumlah korupsi untuk keputusan dalam kasus ini adalah IDR 40 miliar. Kejahatan itu juga melibatkan mantan wakil ketua Pengadilan Tengah Jakarta, Muhammad Arif Nuryanta, dan pendaftar Pengadilan Junior Junior Utara, Rahyu Gunawan. ARIF dan Wahyu dibebankan dalam file terpisah.
“Menerima hadiah atau janji, yaitu menerima uang tunai dalam bentuk dolar AS, dengan total 2,5 juta dolar AS atau 40 miliar IDR,” kata jaksa penuntut dalam membaca tuduhan tersebut.
Ada dua penerimaan yang terkait dengan tindakan kriminal ini. Yang pertama adalah dalam bentuk uang tunai US $ 100 di US $ 500.000 atau sama dengan RP. 8.000.000.000.
Wahyu dikatakan telah menerima RP US $ Bill Worth. 800.000.000, Arif Nuryanta menerima US $ tagihan yang setara dengan RP. 3.300.000.000, DJUYAMTO menerima US $ dan SIN $ Bill Worth Rp. 1.700.000.000, Agama Syarief menerima US $ dan Sin $ Worth Rp. 1.100.000.000, dan Ali Muhtarom menerima RP US $ tagihan. IDR 1.100.000.000.
Sementara itu, tanda terima kedua dalam bentuk US $ 100 adalah US $ 2.000.000 atau setara dengan RP. 32.000.000.000.
Rinciannya adalah wahyu untuk menerima US $ 100.000 atau RP. 1.600.000.000, ARIF menerima denominasi US $ senilai RP. 12.400.000.000, DJuyamto di US $ denominasi bernilai RP. 7.800.000.000, Syariah -Denominasi di US $ denominasi senilai Rp. 5.100.000.000, dan Ali Muhtarom di US $ denominasi senilai Rp. IDR 5.100.000.000.
Jaksa penuntut mengungkapkan bahwa uang itu diterima dari Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Saibih dan M. Syafe’i sebagai pendukung atau partai yang mewakili kepentingan terdakwa perusahaan Wilmar Group, Green Group Gems dan MAS Group musim.
Uang korupsi dimaksudkan untuk mempengaruhi keputusan tiga terdakwa perusahaan seperti yang disebutkan di atas.
Djuyamto et al akhirnya menyetujui keputusan rilis atau ontlag van alle rect vervolging.
Dengan tindakan mereka, Djuyamto et al dituduh melanggar Pasal 12 dari huruf C atau Pasal 6 dari paragraf 2 atau Pasal 12b dalam hubungannya dengan Pasal 18 Hukum 31 1999 tentang pemberantasan korupsi dalam hubungannya dengan Pasal 55 paragraf 1 1 dari KUHP.
(Ryn/isn)