Jakarta, Pahami.id –
Anak muda Maroko Demonstrasi kembali terjadi pada Sabtu (18/10) di depan Gedung Parlemen untuk menuntut pembebasan pengunjuk rasa yang ditangkap dalam beberapa pekan terakhir.
Beberapa pengunjuk rasa yang ditangkap merupakan bagian dari gerakan Genz 212, sebuah gerakan dari komunitas Generasi Z Maroko yang menuntut reformasi pemerintahan dan layanan sosial.
Langkah tersebut muncul pada akhir September 2025 dan mengejutkan pemerintah. Mereka terus mengadakan demonstrasi rutin selama berminggu-minggu, namun kini AFP kehilangan momentum karena jumlah pengunjuk rasa lebih sedikit.
Asosiasi Hak Asasi Manusia Maroko mengatakan sekitar 600 orang, termasuk anak di bawah umur, saat ini ditahan sambil menunggu persidangan karena dicurigai bergabung dengan gerakan tersebut.
“Nahanan, tetap kuat, kami akan terus berjuang,” teriak pengunjuk rasa pada Sabtu (18/10) di Rabat.
Sementara itu, Raja Mohammed VI pada pekan lalu akhirnya angkat bicara setelah demonstrasi berlangsung lama. Meski tidak menyebut gerakan tersebut, raja mendesak pemerintahnya untuk meningkatkan pendidikan dan layanan kesehatan masyarakat.
Arah ini sejalan dengan tuntutan awal gerakan sosial.
“Raja tidak mengatakan apa pun tentang gerakan tersebut, yang mengecewakan banyak orang,” kata seorang pengunjuk rasa yang tidak mau disebutkan namanya karena takut akan pembalasan. “Tapi kami masih bergerak.”
Hingga saat ini belum diketahui siapa penyelenggara Genz 212 meski awalnya dikenal sebagai kelompok berbasis online yang kemudian berkumpul untuk menyerukan aksi protes.
Kelompok ini hampir setiap hari memimpin protes di Maroko sejak 27 September 2025, hingga terakhir kali digelar pada pekan lalu.
Tuntutan mereka awalnya mencakup peningkatan pendidikan dan layanan kesehatan masyarakat, namun kemudian diperluas hingga mencakup korupsi dan perubahan pemerintahan.
Protes itu terjadi setelah kematian delapan wanita hamil saat menjalani operasi caesar di sebuah rumah sakit di Agadir.
Ratusan orang ditangkap pada hari-hari awal demonstrasi. Demonstrasi sebenarnya berlangsung damai meski masih dilarang.
Namun beberapa kota mengalami kekerasan dan vandalisme, sementara polisi mengatakan tiga orang dibunuh oleh polisi dalam aksi “membela diri” dalam bentrokan di sebuah desa dekat Agadir.
Seorang pengunjuk rasa yang ditangkap sehari sebelum protes tersebut dijatuhi hukuman lima tahun penjara awal pekan ini atas tuduhan “penghasutan untuk melakukan kejahatan.”
Pengacara yang dimaksud, Mohamed Nouini, mengatakan kepada AFP bahwa kliennya dituduh melakukan hal ini setelah mengajak orang lain untuk bergabung dalam protes.
Nouini juga mengatakan, pada Jumat (17/10), seorang mahasiswa divonis satu tahun penjara setelah ditangkap saat salah satu aksi demonstrasi.
(AFP/akhir)