Surabaya, Pahami.id —
Ratusan anak muda dari berbagai kelompok masyarakat sipil di SurabayaJatim, menggelar aksi solidaritas untuk nenek Elina Widjajanti (80). Elina menjadi korban dugaan kekerasan dan penggusuran paksa yang dilakukan anggota organisasi masyarakat (ormas), Jumat (26/12).
Pelaku penggusuran diduga anggota organisasi Madura Asli Sedarah (Madas). Namun hal tersebut dibantah Ketua DPP Madas, Mohamad Taufik.
Dia menegaskan, pihaknya tidak terlibat dalam dugaan aksi yang kini menuai kritik publik. Ia pun mengungkapkan keprihatinannya atas kejadian yang menimpa Nenek Elina.
Koordinator aksi sekaligus pemimpin gerakan masyarakat sipil For Justice (FJ), Purnama mengatakan, aksi tersebut merupakan sikap tegas masyarakat Surabaya terhadap aksi brutal terhadap nenek lansia Elina.
Demikian keterangan terkait kejadian yang menimpa Nenek Elina kemarin, kata Purnama di lokasi unjuk rasa Apsari Park, Surabaya, Jumat pekan lalu.
Dalam aksinya, masyarakat meminta polisi memproses hukum dan menindak tegas terduga anggota ormas yang diduga terlibat kekerasan dan pengusiran Nenek Elina. Mereka mendesak pihak berwenang segera mengidentifikasi tersangka.
Jadi hari ini ada pernyataan sikap perwakilan arek-arek Surabaya mungkin 50 sampai 100 orang untuk segera mengambil sikap atau menaikkan status tersangka kepada pelaku yang videonya viral, wajahnya ada dimana-mana, ujarnya.
Masyarakat juga mendesak aparat bertindak tegas terhadap ormas yang justru melakukan aksi preman dan kriminal di Surabaya.
Purnama menegaskan, pihaknya akan terus memantau kasus kekerasan terhadap Nenek Elina, dan menyerukan penegakan hukum yang tegas. Ia mengingatkan polisi agar tidak memberi ruang agar aksi kekerasan seperti ini terulang kembali.
Sebelumnya, Elina Widjajanti (80) diduga dipukuli dan diusir paksa dari rumahnya oleh anggota sebuah organisasi masyarakat di Surabaya.
Rumah Elina di Desa Kuwukan, Desa Lontar, Kecamatan Sambikerep, Surabaya kemudian dibongkar rata dengan tanah. Barang dan dokumen penting juga hilang. Semua itu dilakukan tanpa keputusan pengadilan.
Pengacara korban, Wellem Mintarja mengatakan, penggusuran dilakukan dengan kekerasan. Akibatnya, hidung Elina berdarah dan wajahnya memar. Dan anak cucunya pun ketakutan.
Wellem mengatakan, pihaknya telah melaporkan kejadian tersebut ke polisi dengan nomor laporan: LP/B/1546/X/2025/SPKT/POLDA JAWA TIMUR pada 29 Oktober 2025. Pada tahap awal, pihaknya melaporkan pelaku yang dijerat Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan dan pengrusakan kolektif.
“30 orang yang diduga melakukan penggusuran paksa tetap dieksekusi tanpa adanya putusan pengadilan,” kata Wellem, Jumat (26/12).
Polda Jatim sendiri mengaku sudah menindaklanjuti laporan dugaan pengeroyokan dan pengrusakan barang secara serentak yang dialami Elina. Total ada enam saksi yang diperiksa.
“Iya, sudah ditindaklanjuti dan sudah diproses sidik jarinya. Sejauh ini sudah ada enam orang saksi yang diperiksa,” kata Kabid Humas Polda Jatim Kompol Jules Abraham Abast.
Kasus ini pun mendapat perhatian Wakil Wali Kota Surabaya Armuji. Dia juga bertemu Elina. Ketua DPC PDIP Surabaya pun menyarankan agar kasus ini segera ditangani Polda Jatim.
Kasus ini sudah dilimpahkan ke Polda, akan kami lanjutkan agar bisa pengusutan tuntas, kata Armuji.
Armuji pun berharap polisi bisa menindak tegas anggota ormas yang diduga melakukan tindakan kekerasan dan kekerasan terhadap Elina.
“Orang-orang seperti ini mohon ditindak tegas terhadap ormas, laporkan orang-orang seperti ini ke polisi agar ada keadilan di sana. Jika tidak, maka masyarakat Indonesia akan mengkritik kalian semua,” ujarnya.
Pernyataan pemimpin Madas
Sementara itu, Ketua DPP Madas, Mohamad Taufik menegaskan pihaknya tidak terlibat dalam dugaan aksi yang kini menuai kritik publik. Ia pun mengungkapkan keprihatinannya atas kejadian yang menimpa Nenek Elina.
Yang pertama tentu kami mohon maaf dan sebenarnya saya pribadi selaku Panglima Madas sangat prihatin dengan kejadian ini. Kami sangat tidak setuju dengan tindakan tersebut, kata Taufik saat dikonfirmasi. CNNIndonesia.comJumat lalu
Lebih lanjut, Taufik mengatakan, Madas tidak terlibat dalam peristiwa yang terjadi pada Agustus 2025 itu. Ia juga menegaskan, aksi kekerasan tersebut tidak ada kaitannya dengan organisasi yang dipimpinnya.
Namun Taufik mengaku ada anggota berinisial Y yang diduga terlibat dalam aksi penggusuran rumah tersebut. Namun hal itu terjadi saat Y belum menjadi anggota resmi Madas.
Dikatakannya, Y baru resmi bergabung dengan Madas dua bulan setelah kejadian, yakni pada Oktober 2025. Kini, Taufik sudah memanggil dan memeriksa yang bersangkutan, serta menonaktifkannya untuk sementara.
“Saya sudah menelepon anggota yang diduga terlibat, tapi saat itu [aksi terhadap Nenek Elina]dia belum menjadi anggota kami. “Dia sudah siap dan kami sudah menonaktifkannya sekarang karena kami tidak mentoleransi tindakan asusila tersebut,” ujarnya.
Taufik pun membantah narasi yang menyebut Y menggunakan tokoh Madas saat melakukan penggusuran dan kekerasan terhadap Elina. Menurutnya, Y memang mengenakan baju berwarna merah yang sama dengan ormasnya, namun tidak ada tulisan atau lambang organisasinya di baju tersebut.
“Sementara dia dinonaktifkan, kita tunggu proses hukum yang ada. Karena secara internal dia sudah membuktikan tidak membawa Madas dan tidak memakai atribut Madas dan itu bisa kita buktikan kalau itu pakaiannya. Ini video lengkap. Tidak ada atribut Madas,” ujarnya.
Taufik juga mengatakan, pihaknya telah berupaya menemui nenek Elina untuk menyampaikan empati dan penjelasan terkait tidak terlibatnya Madas dalam peristiwa tersebut. Namun pertemuan tersebut tidak diterima oleh keluarga pria berusia 80 tahun tersebut.
Madas menyatakan mendukung penuh penegakan hukum terhadap Y dalam kasus ini. Mereka mengaku menolak segala aksi preman dan arogan yang dialami Elina.
(anak-anak)

