Jakarta, Pahami.id –
Mantan Perdana Menteri (PM) Malaysia Mahathir Mohammad Laporkan PM Anwar Ibrahim kepada polisi terkait perjanjian dagang negara tetangganya dengan Amerika Serikat (AS).
Sinar Harian memberitakan, Mahathir menggugat Anwar karena menilai keputusan Anwar menyetujui Perjanjian Dagang (ART) tidak mewakili seluruh Federasi Malaysia.
Perjanjian tersebut sebenarnya tidak sah karena dia (Anwar) bukan satu-satunya pihak yang mewakili Federasi, kata Mahathir di Mapolres Putrajaya, seperti dikutip Sinar harianSelasa (2/12).
Menurut Mahathir, Anwar seharusnya meminta persetujuan dari empat entitas utama, yakni Yang Di-Pertuan Agong, Dewan Rakyat, Dewan Penguasa, dan eksekutif. Karena tidak ada kesepakatan dari semua pihak, dia menyebut perjanjian dagang itu inkonstitusional.
“Dokumen perjanjian setebal 400 halaman, namun belum pernah diumumkan ke publik.
Dalam kesempatan itu, Mahathir juga mengomentari status dan posisi Bumiputera dalam perjanjian tersebut. Ia mengatakan permasalahan tersebut tidak dirinci secara langsung.
“Dalam perjanjian ini, seluruh hak istimewa Bumiputera tidak bisa digunakan untuk barang atau perdagangan AS. Artinya kekuasaan Amerika Serikat mengesampingkan hak istimewa Bumiputera dan segala keuntungan yang diberikan kepada Bumiputera juga harus diberikan kepada Amerika Serikat,” ujarnya.
Mahathir juga menyatakan polisi harus mengusut apakah Anwar melanggar Konstitusi. Ia sendiri menyatakan, terdapat lebih dari 139 laporan polisi yang disampaikan oleh individu dan organisasi nirlaba terkait permasalahan yang sama.
Seni ini ditandatangani oleh Anwar dan Presiden AS Donald Trump pada 26 Oktober. Perjanjian dagang ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas ekonomi di Malaysia dan Amerika Serikat, penyesuaian tarif, dan memperkuat kerja sama kedua negara.
Menteri Investasi, Perdagangan, dan Industri Malaysia Tengku Zafrul Tengku Abdul Aziz sebelumnya membantah ART akan mengesampingkan prioritas Bumiputera dalam pemerintahan dan kebijakan terkait pemerintah (GLC).
Dia juga menantang Mahathir untuk menunjukkan klausul spesifik dalam perjanjian yang diduga memberi kita hak istimewa perusahaan yang sama dengan Bumiputera di Malaysia.
Tengku Zafrul juga menegaskan bahwa salah jika berasumsi bahwa Pasal 6.2 Perjanjian mengharuskan perusahaan yang terkait dengan pemerintah mengambil keputusan hanya berdasarkan ‘pertimbangan komersial’ untuk berdampak pada bumiputera.
(BLQ/BACA)

