Jakarta, Pahami.id –
Mantan penyelidik senior KPK Praswad Nugraha Perubahan yang dinyatakan dalam status rakyat yang dilakukan oleh pengungsi kasus e-KTP Paul Tannos Alias Thian Po Tjhin dapat dikategorikan sebagai pelanggaran pidana terpisah, sebuah penyelidikan.
Ketua Institut IM57+ percaya bahwa Tannos sedang berusaha melarikan diri dan mengungsi dan mengubah status kewarganegaraannya setelah melakukan kejahatan di Indonesia melakukan kejahatan yang dilapisi, di samping tindakan kriminal utama korupsi proyek e-KTP.
“Upaya untuk mengubah status orang yang dilakukan oleh Paul Tannos dapat dikategorikan sebagai tindakan kriminal yang terpisah, yang merupakan upaya Pasal 21 untuk mencegah penyelidikan,” kata Praswad dalam sebuah pernyataan pada hari Senin (1/27).
Preswad menekankan bahwa Tannos melakukan tindakan kriminal korupsi e-KTP ketika warga negara dan korupsi dilakukan di wilayah yurisdiksi Indonesia.
Ini juga memberlakukan prinsip kewarganegaraan aktif, tidak peduli apa status warga negara saat ini.
Praswad juga sepenuhnya mendukung kerja sama antara KPK, kantor jaksa penuntut, dan markas polisi Interpol yang berhasil menangkap Tannos dengan bantuan pemerintah Singapura.
Dia percaya itu adalah contoh yang jelas dari sinergi di jalan yang benar antara penegakan hukum.
Kemudian, Praswad juga menekankan bahwa semua pengungsi melarikan diri ke Singapura bahwa kasus Tannos membuat mereka kebal.
“KPK telah dapat menangkap dan mengejar mereka berdasarkan UU No. 5 tahun 2023 yang menyetujui perjanjian antara proses ekstradisi Indonesia dan Singapura,” katanya.
Paul Tannos ditangkap di Singapura pada 17 Januari 2025. Penangkapan itu dilakukan oleh Institut Anti -royal Singapura, Biro Investigasi Korupsi (CPIB).
Tannos telah menjadi perburuan KPK sejak 19 Oktober 2021 dalam kasus korupsi dalam pengadaan kartu ID elektronik.
Dia saat ini ditangkap setelah pengadilan Singapura memberikan permintaan sementara untuk penahanan. Penahanan sementara ini adalah mekanisme yang diatur dalam Perjanjian Ekstradisi Ri-Singapore.
Untuk penangkapan, KPK, Kemenkum, Poli, dan Kantor Kejaksaan Agung segera memulai proses memenuhi berbagai dokumen dan kebutuhan untuk segera kembali ke Indonesia.
KPK menduga bahwa kerugian finansial negara dalam kasus korupsi proyek akuisisi elektronik elektronik sekitar RP2.3 triliun.
(MNF/FRA)