Berita Bagaimana Jika Indonesia Digempur Rudal Iran?

by
Berita Bagaimana Jika Indonesia Digempur Rudal Iran?


Jakarta, Pahami.id

Pengamat militer dari Institut Keamanan dan Studi Strategis (ISESS) Khairul Fahmi mengangkat suaranya tentang kekuatan sistem pertahanan Indonesia jika melekat pada amunisi kontrol (misil) Iran yang menembus sistem pertahanan udara Israel beberapa kali.

Sebelumnya pemimpin Iran Ayatollah Ali Khamenei dalam pidatonya disiarkan oleh televisi pemerintah pada hari Jumat (6/26), mengklaim bahwa Iran telah memenangkan rezim Zionis. Dia mengatakan Israel telah dihapuskan dan dihancurkan di bawah efek Iran.

“Pikiran bahwa Iran dapat memberi mereka pukulan untuk tidak pernah terlintas dalam pikiran mereka dan tidak pernah membayangkannya, tetapi inilah yang terjadi,” kata Khamenei, sebagaimana disebutkan dari situs web resminya pada hari Jumat (6/27).


Serangan Iran didominasi oleh pengiriman rudal panjang ke Israel, terutama kota Tel Aviv dengan judul Promise III. Rudal Iran yang awalnya diprediksi mentah dengan sistem pertahanan Israel, Iron Dome, dapat ditembus.

Lalu, bagaimana jika serangan yang sama dialami oleh Indonesia, seberapa kuat sistem pertahanannya?

Menurut Khairul Fahmi, serangan Iran terhadap Israel harus dilihat sebagai contoh perang presisi panjang menggunakan rudal balistik dan drone kamikaze. Menurutnya, serangan itu, baik Iran ke Israel dan sebaliknya, memeriksa keandalan sistem pertahanan udara negara itu secara keseluruhan. Mulai dari deteksi dini, peringatan cepat, ke kemampuan penyaringan berlapis.

Fahmi percaya bahwa sistem pertahanan udara Indonesia tidak cukup kuat untuk menangkal serangan pada skala dan kompleksitas seperti yang dihadapi Israel.

“Saat ini, sistem pertahanan udara nasional masih terbatas, menyebar, dan belum sepenuhnya terintegrasi dengan negara seperti Iron Dome, David’s Sling, dan Arrow Israel,” katanya ketika dihubungi pada hari Jumat (6/27).

Indonesia, tentu saja, memiliki beberapa peralatan pertahanan pertahanan udara seperti rudal jarak pendek, sistem medium -range dalam proses pemenuhan, serta radar AC. Namun, Fahmi melanjutkan, tidak ada sistem pertahanan udara terintegrasi berlapar yang dapat bekerja dengan cara yang terintegrasi dan nyata dalam menanggapi rudal balistik, berlayar, dan drone Sarm secara bersamaan.

Rudal Nasams

Mengutip situs web resmi Kementerian Pertahanan, RI sekarang memiliki Surface Advance National untuk Sistem Udara Rudal (NASAMS) sebagai pengganti rudal Sam 75 yang digunakan oleh RI hingga akhir tahun 80 -an.

Nasams pertama kali muncul pada 1990 -an dan diproduksi oleh perusahaan senjata Norwegia Kongsberg Defense & Aerospace bekerja sama dengan Raytheon US. Raytheon adalah perusahaan ruang angkasa dan pertahanan kelas dunia.

Pemerintah melalui Kementerian Pertahanan menandatangani pembelian NASAMS pada tahun 2017. Pada tanggal 31 Oktober 2017, situs web resmi, Kongsberg, mengumumkan bahwa ia telah menandatangani kontrak dengan Kementerian Pertahanan senilai 77 juta dolar AS pada penjualan sistem pertahanan NASAMS.

NASAMS adalah sistem pertahanan udara terintegrasi yang menggunakan rudal sebagai cara menghancurkan target di udara, didukung oleh radar dan pos komando sebagai cara melacak dan mengimplementasikan target.

Sama seperti sistem pertahanan udara modern secara umum, Nasams juga memiliki kemampuan untuk mengusir rudal, udara ke rudal, pembom pejuang/pejuang, drone dan helikopter.

Pada tahun 2021, Indonesia menyelesaikan NASAMS dengan membeli 200 rudal AMRAAM AIM-1220C, salah satu dari dua varian rudal yang dapat digunakan oleh NASAM, selain Amraam-ER, untuk sejumlah besar hingga 40 kilometer. Meskipun rudal AIM-1220C Amraam yang digunakan oleh Indonesia, jarak di bawah ini.

Rencana panjang

Selain itu, Fahmi mengungkapkan bahwa dalam konteks geopolitik, Indonesia tidak menghadapi ancaman langsung seperti di Timur Tengah.

Namun, memikirkan diri sendiri aman untuk alasan geografis untuk mendapatkan surat. Karena teknologi senjata jarak jauh dan drone saat ini dapat diakses oleh negara-negara non-energi serta aktor non-negara.

“Konflik di masa depan bukan hanya masalah kekuatan infanteri, tank dan jet tempur, tetapi juga pada kecepatan dan keakuratan serangan, kesepian drone, dan koordinasi perang cyber,” katanya.

“Jadi, pelajaran penting dari serangan Iran terhadap Israel adalah perlunya Indonesia untuk memperkuat sistem pertahanan udara nasional tidak hanya secara teknologi, tetapi secara sistematis,” tambah Fahmi.

Dia mengatakan pemerintah benar -benar menyadari situasi dengan mendorong akuisisi radar, rudal pertahanan udara, dan memperkuat sistem urutan dan kontrol. Tetapi di masa depan, Indonesia akan membutuhkan peta jalan pertahanan udara udara yang lebih komprehensif, integratif, dan berlapis, termasuk kerja sama internasional dan pemberdayaan industri pertahanan negara.

Fahmi menilai bahwa independensi sistem senjata dalam jangka panjang juga penting. Karena, ketika pembatasan darurat atau internasional terjadi, hanya suatu negara yang dapat bebas dan dapat disesuaikan.

“Yah, ini terkait dengan Petunjuk Kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang ingin mendorong transformasi progresif dan strategis negara dari industri pertahanan negara itu, termasuk dalam sistem pertahanan udara,” kata Fahmi.

(Thr/mik)