Jakarta, Pahami.id –
Nurkhalifami (15) tampak bersemangat mengikuti pembelajaran seni budaya di kelas 7b Sekolah Menengah Pertama (SRMP) 23 Makassar, Sulawesi Selatan.
Pagi itu, Kamis (23/10), Fami sapaan akrabnya tampak serius menyimak materi cara bermain dan chord gitar yang diberikan gurunya.
Fami merupakan salah satu dari 137 siswa yang beruntung bisa bersekolah di SRMP 23 Makassar. Padahal, bagi Fami, ini bisa dikatakan sebuah anugerah.
Bagaimana mungkin, Fami tidak bisa merasakan pendidikan di sekolah selama dua tahun. Sejak tahun 2023, Fami harus putus sekolah, karena orang tuanya tidak mempunyai uang.
Fami adalah anak sulung dari dua bersaudara. Ibunya seorang ibu rumah tangga, sedangkan ayahnya bekerja sebagai buruh harian.
“Dulu saya sebenarnya bersekolah saat masih SMP, namun hanya sampai kelas 8, kemudian harus berhenti karena masalah keuangan,” kata Fahmi saat ditemui di SRMP 23 Makassar.
Masalah biaya memaksa Fami mengubur mimpinya menjadi seorang dokter. Fami kemudian membantu ibunya berjualan minuman di toko kecil di rumahnya.
Namun harapan Fami untuk mewujudkan cita-citanya semakin besar melalui program Sekolah Rakyat yang digagas Presiden Prabowo Subianto.
Fami mengaku diajak bergabung ke Sekolah Rakyat oleh Program Keluarga Harapan (PKH). Kesempatan ini tentu tidak disia-siakan oleh Fami.
Pada Juli lalu, Fami resmi menjadi siswa di SRMP 23 Makassar. Meski begitu, dia harus mengulang kelas 7 lagi.
“Pasti senang sekali karena akhirnya bisa bersekolah lagi, semoga cita-cita saya menjadi dokter bisa tercapai melalui sekolah orang ini,” kata Fami.
Fami mengaku banyak pengalaman baru yang didapatnya selama empat bulan menimba ilmu di SRMP 23 Makassar. Mulai dari tinggal di asrama hingga mendapatkan teman baru.
Bahasa Inggris dan Matematika adalah mata pelajaran favorit Fami. Selain itu, Fami juga mengikuti kegiatan Paskibraka di sekolahnya.
Fami mengungkapkan, orang tuanya pun berpesan agar ia memanfaatkan kesempatan tersebut. Selain itu, orang tuanya juga meminta Fami terus semangat belajar untuk meraih cita-citanya.
“Orang tua tentu senang, dan mereka bilang, kamu harus semangat sekolah, supaya bisa lulus dan meraih cita-cita,” ujarnya.
Tak hanya Fami, cita-cita Muh Zaki Sutikno (13) menjadi juru masak terus membara sejak bergabung di SRMP 23 Makassar.
“Belajar di sini membantu kalian mewujudkan cita-cita, karena semua fasilitas sudah lengkap, masuk ke sini juga gratis, tidak perlu bayar,” ujarnya.
Sebelum bergabung di Sekolah Rakyat, Zaki sering membantu ibunya berjualan nasi kuning saat liburan sekolah. Sedangkan ayahnya setiap hari bekerja sebagai buruh.
Tak hanya mendapat materi pembelajaran formal, Zaki mengatakan SRMP 23 Makassar juga mengajarkannya untuk hidup mandiri. Sebab, ia harus tinggal di asrama dan jauh dari orang tuanya.
Diakui Zaki, saat pertama kali masuk SRMP 23 Makassar, ia selalu merindukan orang tuanya. Apalagi dia hanya bisa bertemu ibu dan ayahnya seminggu sekali.
“Awalnya kita pasti kangen dengan orang tua kita, tapi kita harus merelakan mereka, karena kita ingin bebas, supaya kalau besar nanti kita bisa bebas, cari uang sendiri, supaya orang tua kita bangga, karena orang tua kita juga berharap kita sukses,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua SRMP 23 Makassar Azharika Isranani mengaku pihaknya punya tantangan tersendiri pada awal tahun ajaran Juli lalu. Apalagi ini adalah program sekolah orang pertama.
“Tantangan besar yang dihadapi anak-anak di sekolah negeri, khususnya di pesantren adalah tantangan moral anak-anak,” ujarnya.
Isarani mengatakan, hal ini dikarenakan siswa sedang melalui masa pubertas, peralihan dari anak-anak ke dewasa. Oleh karena itu, kata dia, perlu ada pengendalian agar para pelajar tersebut tidak terbawa oleh hal-hal negatif.
“Kalau tidak bisa disaring maka akan dibawa ke arus negatif, maka upaya kita disini adalah bagaimana kita menanamkan pendidikan dan nilai-nilai moral Al-Qur’an,” ujarnya.
Isarani mengungkapkan, tidak banyak perbedaan kurikulum di sekolah negeri dengan sekolah pada umumnya. Di sekolah negeri, siswa pertama kali mengalami masalah pada bulan pertama.
Materi dalam matrikulasi ini meliputi etika moral, kewirausahaan, kecakapan hidup dan kecakapan sosial.
“Juli sampai Agustus kita ada kurikulum matrikulasi, program persiapan untuk mempersiapkan anak siap belajar atau tidak. Ketika ditetapkan di sana, kita masuk kurikulum nasional, jadi bulan ini sudah masuk kurikulum nasional,” kata Isarani.
Selain itu, Isranani juga mengamini bahwa semangat belajar siswa di SRMP 23 Makassar bisa dikatakan menurun. Oleh karena itu, pihaknya memberikan semacam ‘reward’ agar siswa tetap termotivasi untuk menempuh pendidikan.
“Ada yang memang ingin belajar, ada juga yang memang tidak mau belajar.
Lalu untuk semangat belajarnya, kami lebih banyak menggunakan program. Yang tidak mau ikut kelas tidak bisa ke acara, karena kami sering masuk kelas, ujarnya.
Selain itu, Isranani berharap fasilitas pendidikan di SRMP 23 Makassar dapat terus ditingkatkan, sehingga para siswa dapat terus semangat mengikuti setiap kegiatan.
Selama ini fasilitas yang ada di SRMP 23 Makassar antara lain ruang kelas, asrama putra dan putri, lapangan basket, lapangan futsal, lapangan sepak takraw, ruang makan, dan masjid.
“Mudah-mudahan kedepannya ada fasilitas yang lebih baik dari ini. Ini sudah lebih dari cukup, tapi harapan kita masih ada yang lebih baik lagi agar anak-anak kita tetap bisa merasakan bahwa ini benar-benar bentuk perhatian pemerintah kepada kita,” ujarnya.
(FRA/DIS/FRA)

