Berita AS Tuduh China Sponsori Hacker Retas Dokumen Kemenkeu, Beijing Sewot

by


Jakarta, Pahami.id

Amerika Serikat menuduh Cina mensponsori hacker atau peretas untuk membobol data Kementerian Keuangan dan mencuri dokumen.

Peristiwa peretasan tersebut terungkap dalam surat Kementerian Keuangan yang ditujukan kepada parlemen dan ditinjau Reuters pada Senin (30/12). Mereka menggambarkan peretasan itu sebagai “insiden besar”.


Berdasarkan indikasi yang ada, insiden tersebut terkait dengan pelaku Advanced Persistent Threat (APT) yang disponsori negara Tiongkok, kata surat itu.

Menurut surat tersebut, peretas menyusupi penyedia layanan keamanan siber pihak ketiga BeyondTrust dan dapat mengakses dokumen yang tidak rahasia.

Peretas kemudian mendapatkan akses ke kunci yang digunakan vendor dalam mengamankan layanan berbasis cloud. Layanan ini digunakan untuk memberikan dukungan teknis jarak jauh bagi pengguna akhir Kantor Kementerian Keuangan.

Dengan kunci akses yang dicuri, pelaku dapat membahayakan keamanan layanan, mengakses stasiun kerja pengguna di Kementerian Keuangan dari jarak jauh, dan mengakses dokumen yang tidak rahasia.

Kementerian Keuangan mengetahui tentang perampokan tersebut dari BeyondTrust pada 8 Desember. Mereka kemudian bekerja sama untuk menilai dampak peretasan tersebut.

Menanggapi tuduhan AS, China marah. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Mao Ning mengatakan tuduhan itu tidak masuk akal.

“Kami telah menyatakan posisi kami berkali-kali atas tuduhan tidak berdasar dan tidak memiliki bukti,” kata Mao Ning, Selasa (31/12), dikutip AFP.

Tiongkok, lanjutnya, selalu menentang segala bentuk serangan dari peretas.

“Dan kami lebih menentang penyebaran informasi palsu terhadap Tiongkok untuk tujuan politik,” tambah Mao Ning.

Departemen Keuangan AS sebelumnya menuduh aktor Tiongkok melakukan serangan siber terhadap lembaga-lembaga tersebut. mereka

Menurut mereka, serangan tersebut mengakibatkan akses jarak jauh ke beberapa workstation dan beberapa dokumen yang tidak rahasia.

Serangan siber tersebut, lanjut Departemen Keuangan AS, juga merugikan penyedia layanan keamanan.

(baca/baca)