Daftar isi
Jakarta, Pahami.id —
Presiden Amerika Serikat Donald Trump Mengakui dirinya memiliki kepribadian seorang pemabuk. Hal ini menyusul pernyataan serupa yang disampaikan Kepala Staf Gedung Putih, Susie Wiles.
Sementara Venezuela merupakan salah satu negara dengan cadangan minyak terbesar di dunia, namun negara ini juga menghadapi masalah kemiskinan masyarakatnya dalam beberapa tahun terakhir.
Berikut komentarnya di International Flash hari ini, Kamis (18/12).
Presiden Amerika Serikat itu mengaku memiliki kepribadian mabuk setelah Kepala Staf Gedung Putih Susie Wiles mengatakan hal serupa.
“Artinya saya tidak minum alkohol,” katanya kepada New York Post.
Trump kemudian berkata, “Jadi, semua orang tahu itu, tapi saya sering mengatakan bahwa jika saya minum, saya punya peluang bagus untuk menjadi pecandu alkohol. Saya sudah mengatakannya berkali-kali tentang diri saya sendiri.”
Trump menyebut kepribadian ini sangat posesif. Ia mengaku beruntung tidak menjadi pecandu.
“Untungnya aku bukan seorang peminum. Kalau aku seorang peminum, mungkin aku akan sangat ketagihan, karena aku sudah bilang, apa kata yang tepat? Bukan posesif, tapi kepribadian posesif, ketagihan.”
Sebuah pesawat militer Amerika Serikat (AS) kembali dilaporkan hampir bertabrakan dengan pesawat penumpang di dekat Venezuela.
Rekaman radio yang diulas CNN menunjukkan seorang pilot jet pribadi mengaku nyaris bertabrakan dengan pesawat pengisian bahan bakar Angkatan Udara AS di dekat Venezuela pada Sabtu (13/12), sehari setelah kejadian serupa terjadi di kawasan sekitarnya.
Ini merupakan kejadian kedua setelah penerbangan komersial JetBlue 1112 hampir bertabrakan dengan kapal tanker militer AS pada Jumat (12/12) lalu. Sebuah pesawat JetBlue juga terbang di dekat Venezuela.
Venezuela merupakan negara dengan cadangan minyak terbesar di dunia.
Namun, di tengah melimpahnya minyak di Venezuela, negara tersebut juga menghadapi masalah kemiskinan di kalangan masyarakatnya dalam beberapa tahun terakhir.
Keruntuhan ekonomi yang mengakibatkan berkurangnya produksi minyak secara signifikan dan hiperinflasi yang merajalela menyebabkan kekurangan barang-barang kebutuhan pokok, seperti makanan dan obat-obatan.
Sementara itu, kesalahan pengelolaan pemerintah dan sanksi AS telah menyebabkan penurunan drastis produksi minyak dan kurangnya investasi di sektor ini.
(tim/dna)
