Jakarta, Pahami.id –
Direktorat Poliirud Baharkam Poli mengungkapkan kasus pemrosesan timah ilegal di wilayah tersebut UpacaraJawa Barat, yang menunjukkan jaringan internasional.
Kasubdit Gakkum Didpolair Baharkam Komisaris Polisi Donny Charles Go mengatakan penangkapan dimulai dengan informasi tentang pengiriman pasir timah dari wilayah Bangka Belitung ke Tanjung Priok di tepi laut.
“Setelah mencapai Tanjung Priok, ternyata item itu masih dibawa ke lokasi pemrosesan di mana kami memiliki informasi sebelumnya di sekitar Jakarta,” katanya kepada konferensi pers, Kamis (6/2).
Dipersenjatai dengan penemuan ini, dia mengatakan partainya segera menyelidiki dan menemukan bahwa pasir timah ilegal dibawa ke gudang yang dimiliki oleh CV. Galena Nature Main.
Dia mengatakan para penyelidik kemudian menggerebek gudang dan pemrosesan timah pada hari Kamis (1/16) kemarin. Dari hasil serangan itu, Donny mengatakan bahwa partainya menemukan bukti dari proses yang telah diproses menjadi bar.
“Total 207 tongkat, yang masing -masing memiliki berat antara 23 dan kilogram, sehingga kami telah ditangkap oleh 5,81 ton,” katanya.
Selama serangan itu, Donny mengatakan para penyelidik juga memperoleh kepala gudang asing Korea Selatan (WNA) dengan J.
Berdasarkan perannya, tersangka J ditugaskan untuk memanfaatkan gudang dan memimpin proses manajemen timah ilegal. Selain itu, ia mengatakan tersangka J juga telah merekrut 7 pekerja untuk memproses pasir timah ilegal dengan gaji dengan imbalan RP5 juta per bulan.
“Lalu kami membuat pengembangan Direktur CV dengan AF Initial telah ditangkap sampai sekarang ada 2 tersangka dan kami telah membuat tahanan,” katanya.
Selain itu, Donny mengatakan tindakan pemrosesan pasir ilegal dilakukan oleh tersangka sejak tahun 2023. Keduanya juga menerima pengiriman pasir ilegal dari Bangka Belitung lima kali.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, katanya, tersangka J mengklaim telah menjual kembali proses yang telah diproses ke negara asalnya Korea Selatan. Dengan demikian, Donny mengatakan sindikat pemrosesan timah ilegal diduga sebagai jaringan internasional.
“Ada tanda -tanda di sana (jaringan internasional) tetapi kita harus membuktikannya lagi, karena ini masih sepihak dari pelaku, jadi kita tidak bisa mempercayainya kecuali bukti lain telah dikirim ke sana,” katanya.
“Jadi jika kita sama dengan nilai penjualan potensi kerugian negara dengan kegiatan mereka sebesar Rp10 miliar,” katanya.
(TFQ/DAL)