Site icon Pahami

Zainuddin Abdul Madjid, Pahlawan Nasional Dari NTB – Sejarah Indonesia

Sejarah Lengkap

NTB atau Nusa Tenggara Barat adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di bagian barat Kepulauan Nusa Tenggara. Ibu kota provinsi ini terletak di Mataram dan terdiri dari 10 kabupaten dan kota. NTB memiliki dua pulau terbesar, Lombok dan Sumbawa. Meski Lombok memiliki banyak tokoh pejuang dan ulama, namun tidak semuanya mendapat pengakuan dan pengakuan berupa gelar dari pemerintah sebagai pahlawan nasional. Sampai saat ini tercatat hanya satu pahlawan nasional asal Lombok yaitu TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid atau yang dikenal dengan Tuan Guru Bajang. Berikut riwayat TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid sejak kelahirannya.

Kelahiran dan Masa Kecil

Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid lahir di Desa Bermi, Desa Pancor, Kecamatan Rarang Timur, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat pada tanggal 19 April 1908 atau 17 Rabiul Awal 1316 H. Orang tuanya adalah Tuan Guru Haji Abdul Majid dan Hajjah Halimah al-Sa’diyyah. Dia dijuluki Muhammad Saggaf berdasarkan kejadian yang terjadi tiga hari sebelum kelahirannya. Saat itu, ayahnya didatangi dua orang wali dari Hadramaut dan Maghrabi. Kebetulan keduanya memiliki nama yang sama yaitu ‘Saqqaf’. Pemberian nama itu merupakan pesan mereka kepada ayah mereka yang berarti ‘atap adalah penjaga zaman’ atau ‘Saggaf’ dalam bahasa Indonesia, atau ‘Segep’ dalam dialek Sasak.

Asal muasal keturunan Muhammad Zainuddin Abdul Madjid tidak bisa diungkap secara jelas karena catatan dan dokumen keluarga musnah saat kebakaran. Namun ada informasi dari beberapa kalangan bahwa asal usul TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid yang kini menjadi pahlawan nasional asal NTB ini disebut-sebut sebagai keturunan sultan ke-17 Kerajaan Selaparang, kerajaan Islam yang pernah berkuasa. di Lombok. Hal ini sejalan dengan penelitian seorang antropolog Swedia, Sven Cederroth. Ia merujuk pada kunjungan Tuan Guru ke makam Selaparang tahun 1971 menjelang pemilihan umum. Selain itu, ia juga tidak pernah terang-terangan membantah anggapan bahwa keturunannya berasal dari Selaparang.

Sejak kecil ia telah menunjukkan sifat jujur ​​dan cerdas, mempelajari Al-Quran dan berbagai ilmu agama sejak usia 5 tahun. Setelah berusia 9 tahun, beliau memasuki pendidikan formal di Sekolah Rakyat Nasional hingga tahun 1919. Kemudian beliau melanjutkan studinya dengan beberapa guru setempat, seperti TGH Syarafuddin dan TGH Muhammad Said dari Pancor, TG Abdullah dari desa Kelayu, Lombok Timur. Mereka mengajarkan ilmu agama dengan sistem Halaqah, yaitu dengan duduk bersila di atas tikar dan mendengarkan guru membacakan kitab, kemudian siswa membacakannya secara bergiliran. Cari tahu juga nama pahlawan nasional dari kalimantan, nama pahlawan nasional dari jawa tengah dan nama pahlawan nasional dari bali.

Belajar di Mekkah

Beranjak remaja, ia kembali ke Mekkah untuk memperdalam ilmu agamanya pada usia 15 tahun, menjelang musim haji tahun 1341 H atau 1923. Setelah musim haji berakhir, ia berguru kepada Syekh Marzuqi, keturunan Arab kelahiran Palembang yang pernah belajar. Al-Quran di Masjidil Haram untuk sementara sudah tua. Ia juga belajar sastra dengan Syekh Muhammad Amin al-Quthbi. Dua tahun setelah perang saudara antara Syarif Husain dan Wahhabi, ia mulai belajar di Madrasah al-Shaulatiyah. Sekolah ini merupakan madrasah pertama yang menjadi awal dari sejarah baru pendidikan di Arab Saudi yang sangat melegenda dan telah melahirkan banyak ulama besar di seluruh dunia. Dengan kecerdasannya, ia berhasil menyelesaikan pendidikannya hanya dalam waktu 6 tahun dari 9 tahun dengan predikat ‘Mumtaz’ atau Summa Cum Laude. Karena itulah pahlawan nasional asal NTB ini dikenal sebagai Santri Genius.

Setelah lulus, ia tinggal di Mekkah selama dua tahun menunggu adiknya yang masih kuliah di sana, TGH Muhammad Faisal. Setelah kembali ke Indonesia, ia langsung melakukan safari dakwah keliling pulau Lombok sehingga dikenal banyak orang yang memanggilnya ‘Master Guru Bajang’. Pada tahun 1934 mendirikan pesantren al-Mujahidin untuk pemuda Sasak dan mendirikan Nadhlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI) pada tahun 1937. Kemudian pada tahun 1943 mendirikan Madrasah Nadhlatul Banat Diniyah Islamiyah (NBDI) khusus untuk wanita. Keduanya menjadi madrasah pertama di Pulau Lombok dan menjadi cikal bakal semua madrasah di bawah naungan organisasi Nadhlatul Wathan yang berdiri pada tahun 1953. Kenal juga pahlawan nasional dari Banten dan pahlawan nasional dari Yogyakarta.

Keterlibatan Perang Kemerdekaan

TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid menjadikan kedua madrasah tersebut sebagai pusat gerakan kemerdekaan. Secara khusus, ia bersama guru lainnya mendirikan Gerakan al-Mujahidin dan kemudian bergabung dengan gerakan orang lain di Pulau Lombok untuk mempertahankan dan melindungi keutuhan bangsa. Pada tanggal 7 Juli 1946, saudaranya TGH Muhammad Faisal memimpin penyerangan terhadap tank-tank tentara NICA di Selong, namun tewas dalam pertempuran dengan dua mahasiswa NWDI.

Setelah kemerdekaan beberapa kali mendirikan kembali madrasah, sekolah menengah dan yayasan pendidikan serta universitas, juga terlibat dalam politik sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Masyumi Lombok, anggota DPR RI tahun 1955, peserta KIAA (Konferensi Islam Asia Afrika) tahun 1964, anggota MPR hasil pemilu II dan III tahun 1972 – 1982, dan masih banyak lagi. Atas jasa-jasanya, pemerintah dianugerahi Medali Pahlawan Pembangunan dan Piagam Penghargaan. Beliau juga selalu berusaha berinovasi dalam bidang pendidikan dan pengajaran Islam di NTB. Ia juga memiliki berbagai karya sebagai pengarang berupa beberapa buku, kumpulan doa, lagu perjuangan dalam bahasa Arab, Indonesia dan Sasak.

Pada tanggal 21 Oktober 1997 ia meninggal dunia di kediamannya di Desa Pancor, Lombok Timur dengan meninggalkan ribuan ulama, puluhan ribu santri, dan kurang lebih seribu lembaga Nadhlatul Wathan yang tersebar di seluruh Indonesia dan luar negeri. Ia sangat berjasa mengubah kepercayaan masyarakat NTB yang semula kebanyakan menganut animisme dan dinamisme hingga menjadi masyarakat Islam, dan menjadikan Lombok dikenal sebagai Pulau Seribu Masjid. Berkat segala perjuangan dan dedikasinya, sejumlah tokoh masyarakat memperjuangkannya agar diakui sebagai pahlawan nasional dari NTB. Terakhir, gelar pahlawan nasional diberikan pemerintah pada 9 November 2017 untuk bidang Pendidikan dan Gerakan Pemuda. Anda juga dapat mendengarkan pahlawan nasional dari Jawa dan pahlawan nasional dari Sulawesi.

Sarjana NTB di Era Kolonial

Masih banyak tokoh ulama NTB di era kolonial selain TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid yang memang menjadi ulama terkemuka karena kecerdasannya. Ulama dan pejuang Islam terkemuka lainnya yang belum mendapatkan gelar pahlawan nasional dari NTB antara lain:

  • TGH Umar (Kelayu) – Ia belajar di Mekkah sejak berusia 14 tahun dan kembali ke kampung halamannya setelah 15 tahun untuk mulai menyebarkan ilmu yang diperolehnya di Mekkah. Banyak muridnya yang menjadi ulama besar dari luar Lombok.
  • TGH Muhammad Saleh (Lopan) – Beliau berjasa besar dalam perkembangan Islam dalam menyebarkan ajaran ushul fiqih, mengembangkan ajaran sufi di Padamara, Sakra, Mesanggoh Gerung, Karang Kelok dan lain-lain.
  • TGH Ali Batu – Dikenal sebagai orang yang sangat baik hati dan gigih memberikan tazkirah dan memimpin perang antara suku Sasak dan kekuatan Bali. Mati dalam perang.
  • TGH Mustafa – Dia adalah seorang pendakwah agama pada masa penjajahan Belanda, ketika banyak orang Bali tinggal di Kotaraja.
  • TGH Badarul Islam – Salah satu tokoh karismatik yang memiliki banyak murid Gumi Sasak.
  • TGH M.Shaleh Hambali – Menghasilkan beberapa karya berupa buku-buku agama islam, nasehat untuk anak, puasa dan berbagai masalah lainnya.
  • TGH Muhammad Mutawalli Yahya al Kalimi – Berpartisipasi dalam dunia pendidikan dengan membuka majelis taklim, lembaga pendidikan dasar, pondok pesantren, serta membangun jalan, jembatan dan panti sosial, pasar rakyat dan membuka lahan pertanian. Juga terlibat dalam Masyumi dan Golkar.
  • TGH Mahsun – Beliau banyak melakukan pembangunan dan perluasan Islam hampir di seluruh Lombok Timur, mendirikan berbagai lembaga pendidikan dan bergabung dengan tim Lembu Hitam, memimpin Masbagik saat Belanda menyerang kota Selong, ikut tim Lendang Nangka dan Pringgasela . .
Exit mobile version