Candi Brahu merupakan candi peninggalan Buddha yang diperkirakan lebih tua dari kerajaan Majapahit. Seperti yang kita ketahui bahwa Kerajaan Majapahit merupakan kerajaan yang pernah jaya bahkan wilayahnya meliputi Singapura, Malaysia, sebagian Thailand, Kamboja, Vietnam dan Filipina. Candi Brahu sendiri terletak di Trowulan yang dipercaya sebagai ibu kota kerajaan Majapahit pada masa lalu. Tepatnya di desa Jambu Jambu, Besa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Provinsi Jawa Timur. Namun keberadaan candi ini diperkirakan sudah ada sebelum Kerajaan Majapahit berdiri.
Untuk menuju ke Candi Brahu tidaklah sulit, dari Jalan Raya Mojokerto – Jombang tepat di depan kantor Peninggalan Purbakala dan Purbakala Provinsi Jawa Timur terdapat jalan menuju utara yang tidak terlalu besar. Anda tinggal mengikuti jalan yang jaraknya sekitar 1,8 kilometer. Candi Brahu terletak di sisi kanan jalan dimana candi Brahu berukuran tinggi 25,7 meter dan lebar 20,7 meter.
Sejarah Candi Brahu
Berbeda dengan candi-candi kerajaan lain di Jawa Timur, seperti sejarah candi Kidal di Malang, candi Jago, candi Tikus yang dibangun sebagai makam raja-raja sebelumnya. Candi Brahu hanya digunakan sebagai tempat pemujaan. Candi Brahu merupakan salah satu candi yang diperkirakan dibangun sebelum masa pemerintahan kerajaan Majapahit yang terletak di sekitar situs Trowulan. Candi Brahu sudah ada sejak Majapahit dipimpin oleh Hayam Wuruk, bahkan candi ini sudah ada pada masa pemerintahan Raja Brawijaya I. Oleh karena itu, sejarah Candi Brahu diperkirakan merupakan candi pertama yang dibangun di situs sejarah di Trowulan.
Candi ini didirikan oleh Master Spoon, dimana Master Spoon adalah seorang raja dari sejarah Kerajaan Mataram Kuno dan diperkirakan candi Brahu merupakan salah satu peninggalan kerajaan Mataram Kuno. Hal ini disimpulkan dari sebuah prasasti yang ditemukan 45 meter di sebelah barat candi Brahu. Dimana dalam prasasti tembaga Alantan disebutkan kata Warahu atau Wanaru yang merupakan bangunan suci yang digunakan dalam acara-acara keagamaan. Dari kata Wanaru, kemudian dikaitkan dengan kata Brahu. Prasasti tersebut berangka tahun 861 Saka atau 9 September 939 Masehi. Dimana dalam prasasti tersebut juga disebutkan bahwa pembangunan candi Brahu ini diperintahkan oleh Raja Mpu Sendok dari Kahuripan. Dilihat dari penemuan prasasti yang berangka tahun 939 M, maka sejarah Candi Brahu lebih tua dari kerajaan Majapahit.
Sedangkan dalam sejarah kerajaan Majapahit, Candi Brahu dianggap sebagai bangunan suci yang digunakan sebagai tempat pemujaan dan tempat pemujaan. Hal ini berdasarkan ditemukannya beberapa benda yang biasa digunakan dalam upacara keagamaan yang terbuat dari logam.
Dilihat dari struktur bangunannya, sejarahnya Candi Brahu merupakan candi kerajaan Budha, dimana candi ini memiliki stupa yang menjadi ciri khas candi Budha. Hal ini juga sangat berbeda dengan peninggalan kerajaan Majapahit yang merupakan salah satu kerajaan Hindu di Indonesia. Juga dari segi bentuk, Candi Brahu cukup berbeda dengan candi-candi lain di Trowulan. Dimana hampir semua candi di Trowulan dibangun pada masa kerajaan Majapahit.
Menurut masyarakat sekitar candi Brahu, pada zaman dahulu candi ini digunakan sebagai tempat pembakaran jenazah raja-raja Majapahit mulai dari Raja Brawijaya 1 sampai dengan Raja Brawijaya IV. Namun, tidak ada jejak abu kremasi yang ditemukan dari sana. Tidak jauh dari candi Brahu terdapat candi Gentong, candi Gedong, dan candi Tengah. Candi Gentong terletak hanya sekitar 360 meter dari Candi Brahu. Sedangkan candi Gedong dan candi pusat tidak lagi terbengkalai.
Arsitektur Bangunan Candi Brahu
Candi Brahu memiliki struktur dasar yaitu kaki candi, badan candi dan atap candi. Ukuran awal candi Brahu sekitar 17 x 17 meter, kemudian diperlebar di kaki candi. Candi ini juga memiliki relief yang menggambarkan kepercayaan agama antara Hindu dan Budha. Namun pada dasarnya candi Brahu memiliki struktur utama yang sama dengan candi di Jawa Timur. Yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
- Memiliki bentuk bangunan candi yang ramping
- Atapnya terdiri dari campuran bertingkat
- Bagian atas atap berbentuk kubus
- Pintu dan relung candi diukir dengan kala hanya di bagian atas, dan tidak ditemukan makara.
- Relief tidak terlalu menonjol dengan penggambaran karakter yang menyerupai wayang
- Terletak di belakang
- Sebagian besar menghadap ke barat
- Dan alasan utamanya adalah menggunakan batu bata merah karena tidak adanya batu andesit yang digunakan untuk membangun candi seperti candi di Jawa Tengah.
Untuk arsitektur Candi Brahu, berikut ulasannya:
1. Kaki Candi Brahu
Seperti dijelaskan di atas, kaki candi diperkirakan hanya berukuran 17 x 17 meter. Karena ditemukannya susunan batu bata tersendiri di kaki candi. Kaki candi Brahu memiliki rangka bawah, dan rangka atas dimana rangka atas merupakan tempat tubuh candi berdiri. Rangkanya terdiri dari sisi genta dengan bentuk setengah lingkaran, dan memiliki jahitan yang rata. Kaki candi Brahu terdiri dari dua lantai, dimana terdapat tangga yang menuju ke bagian dalam candi. Koridor tangga tidak berbentuk. Candi Brahu pada dasarnya menghadap ke barat.
2. Bagian Tubuh Candi Brahu
Tubuh Candi Braha berukuran 10 x 10,5 meter dengan tinggi candi sekitar 9,6 meter. Di dalam candi terdapat sebuah ruangan dengan luas 4 x 4 meter. Lantai ruangan di Candi Brahu dalam keadaan rusak. Di ruang candi Brahu juga ditemukan residu arang, kemudian arang tersebut dibawa ke BATAN, pusat penelitian energi atom negara untuk dianalisa. Dari hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa menurut penanggalan karbon, arang berasal dari tahun antara 1410 hingga 1646 Masehi.
3. Bagian atap candi
Atap candi Brahu juga berbeda dengan beberapa candi di Trowulan yang umumnya berbentuk prisma atau bujur sangkar bertumpuk, candi Brahu memiliki banyak sudut dan atap yang datar di bagian atasnya. Candi ini dibangun dengan menggabungkan batu-batu sehingga menghasilkan bentuk candi yang presisi dan enak dipandang mata. Atap candi Brahu tingginya sekitar 6 meter. Di sudut tenggara atap candi terdapat hiasan rusak berbentuk lingkaran yang diduga sisa-sisa stupa. Dari situ, beberapa ahli menyimpulkan bahwa candi Brahu adalah candi Budha.
Penemuan di sekitar Candi Brahu
Dimana dalam prasasti tembaga Alantan disebutkan kata Warahu atau Wanaru yang merupakan bangunan suci yang digunakan dalam acara-acara keagamaan. Dari kata Wanaru, kemudian dikaitkan dengan kata Brahu. Candi ini telah dipugar dari tahun 1990 hingga 1995. Candi ini juga memiliki relief yang menggambarkan sektarianisme antara agama Hindu dan Budha. Dengan penggambaran kedua agama tersebut, sampai saat ini Candi Brahu dijaga baik oleh umat Buddha maupun Hindu. Pura ini juga masih aktif digunakan sebagai tempat meletakkan sesaji. Sesajen biasanya diletakkan tepat di depan pintu candi.
Di sekitar Candi Brahu juga ditemukan candi-candi, seperti candi Gentong, candi Gedong, dan candi Tengah. Candi Gentong terletak hanya sekitar 360 meter dari Candi Brahu. Sedangkan candi Gedong dan candi pusat tidak lagi terbengkalai. Selain candi-candi di atas dan juga prasasti yang menjadi petunjuk pembangunan candi Brahu, di sekitar bangunan candi juga terdapat beberapa benda yang diperkirakan berasal dari Kerajaan Majapahit atau bahkan lebih awal. Diantaranya adalah:
- Ada 4 prasasti yang diperkirakan berasal dari zaman Raja Mpu Sendok
- Ada 6 patung Buddha.
- Sebuah piring yang terbuat dari perak, di bagian bawahnya terdapat tulisan kuno
- Beberapa perhiasan terbuat dari emas dan perak.
Lokasi Candi Brahu
Candi Brahu terletak di Kecamatan Trowulan, tepatnya di Dusun Jambu Mete, Besa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Provinsi Jawa Timur. Pemukiman di sekitar candi Brahu tersebar di daerah pegunungan dan juga di sekitar lembah sungai. Daerah ini masih sangat jarang penduduknya, sebagian besar masyarakat yang tinggal disini adalah para bangsawan atau pemuka agama. Mungkin keadaan masyarakat di sekitar candi Brahu hampir seperti keadaan kerajaan Majapahit yang masih berkembang. Masyarakat di sekitar situs Trowulan dan khususnya di kawasan sekitar candi Brahu masih sangat menghormati budaya nenek moyangnya. Di Trowulan sendiri, Anda bisa berkeliling dan mempelajari sejarah candi yang ada di sini, seperti sejarah candi Bajang Ratu, sejarah patung Buddha tidur terbesar di Indonesia.
Kehidupan masyarakat di sekitar Candi Brahu juga sangat taat dengan agama yang mereka anut. Dimana sistem masyarakat sekitar juga masih memegang teguh budaya Majapahit pada masa lampau, dimana terdapat lingkungan religi yang biasanya hidup berkelompok, seperti mandala, sima, dharama, dan sebagainya. Untuk menuju ke Candi Brahu tidak terlalu sulit, berikut adalah rute menuju Candi Brahu. Untuk menuju ke Candi Brahu tidaklah sulit, dari jalan raya Mojokerto – Jombang tepat di depan kantor Peninggalan Purbakala Provinsi Jawa Timur terdapat jalan menuju utara yang tidak terlalu besar. Anda tinggal mengikuti jalan yang jaraknya sekitar 1,8 kilometer.