Site icon Pahami

7 Prasasti Peninggalan Kerajaan Tarumanegara

Prasasti Tugu, salah satu prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanegara.

Kerajaan Tarumanegara merupakan kerajaan bercorak Hindu-Buddha yang berlokasi di Jawa Barat. Di bekas wilayah kekuasaannya tersebut, para ahli banyak menemukan peninggalannya. Peninggalan Kerajaan Tarumanegara ini berupa 7 prasasti. Prasasti-prasasti ini yaitu Prasasti Ciaruteun, Kebon Kopi, Tugu, Cidanghiang, Pasir Awi, Muara Cianten, dan Jambu.

Berikut ini penjelasan mengenai prasasti Kerajaan Tarumanegara dan isinya yang dapat kamu simak.

Prasasti Ciaruteun

Prasasti Ciaruteun, salah satu dari tujuh prasasti bukti keberadaan Kerajaan Tarumanegara.(Kemdikbud)

Peninggalan Kerajaan Tarumanegara yang pertama yaitu Prasasti Ciaruteun. Prasasti yang terletak di Desa Ciaruteun Ilir, Bogor ini memiliki cetakan telapak kaki Raja Kerajaan Tarumanegara yang terkenal, yaitu Raja Purnawarman. Selain itu, pada prasasti ini juga terdapat puisi India yang tertulis dengan Bahasa Sansekerta beraksara Pallawa.

Isi dari puisi tersebut berupa keterangan mengenai telapak kaki Raja Purnawarman, raja yang berani dan gagah, yang seperti telapak kaki Dewa Wisnu.

Prasasti Kebon Kopi

Prasasti Kebon Kopi

Prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanegara yang kedua adalah Prasasti Kebon Kopi. Nama prasasti ini diambil dari kisah ditemukannya. Seorang pemilik kebun kopi di daerah Buitenzorg, atau yang saat ini bernama Bogor, menemukannya saat menebang beberapa pohon.

Prasasti ini juga bisa kita sebut sebagai Prasasti Tapak Gajah, karena terdapat dua jejak kaki gajah. Sama seperti Prasasti Ciaruteun, tulisan yang ada pada prasasti ini menggunakan Bahasa Sansekerta beraksara Pallawa.

Prasasti Tugu

Prasasti Tugu

Selanjutnya, terdapat Prasasti Tugu. Prasasti Tugu merupakan prasasti Kerajaan Tarumanegara yang menceritakan penggalian Sungai Gomati dan Chandrabhaga. Penggalian kedua sungai untuk saluran baru ini terjadi pada masa pemerintahan Raja Purnawarman.  

Dengan berisi penjelasan mengenai program penggalian tersebut, Prasasti Tugu menjadi prasasti Kerajaan Tarumanegara yang berisi tulisan paling banyak. Tulisan ini berupa Bahasa Sansekerta dengan Aksara Pallawa.

Prasasti Cidanghiang

Prasasti Cidanghiang, salah satu prasasti Purnawarman di tepi Sungai Cidanghiang, Desa Lebak, Kecamatan Munjul, Kabupaten Pandeglang, Banten.

Lalu, ada Prasasti Cidanghiang. Prasasti Cidanghiang terbuat dari batu andesit dengan luas permukaan sekitar 6 m persegi. Sama seperti prasasti-prasasti sebelumnya, tulisan yang ada pada Prasasti Cidanghiang menggunakan Bahasa Sansekerta. Prasasti ini bertuliskan pujian kepada Raja Purnawarman.

Prasasti Pasir Awi

Prasasti Pasir Awi di bawah cungkup yang melindunginya. Cungkup sederhana untuk cagar budaya peringkat nasional.

Selain Prasasti Ciaruteun, ada prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanegara lainnya yang memiliki jejak kaki Raja Purnawarman, yaitu Prasasti Pasir Awi. Prasasti ini terletak di Bukit Pasir Awi, Bogor. Selain jejak kaki dan tulisan berbahasa Sansekerta dengan Aksara Pallawa, prasasti ini juga berisi pahatan gambar dahan dengan ranting, daun, serta buah.

Prasasti Muara Cianten

Prasasti Muara Cianten

Kemudian ada Prasasti Muara Cianten. Prasasti Cianten terletak di tepi sungai Cisadane, Kampung Muara, Bogor. Tulisan yang terdapat pada prasasti ini menggunakan huruf ikal  atau sangkha yang sulit untuk dibaca. Oleh karena itu, isi dari prasasti ini masih belum kita ketahui.

Prasasti Jambu

Prasasti Jambu

Dan prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanegara yang terakhir yaitu Prasasti Jambu. Prasasti yang memiliki nama lain Prasasti Pasir Koleangkak ini merupakan batu berbentuk segitiga. Isi prasasti ini tertulis dengan Huruf Pallawa.

Berdasarkan bentuk hurufnya, para ahli memperkirakan prasasti ini berasal dari abad ke-5 Masehi. Sama seperti prasasti sebelumnya, Prasasti Jambu juga berisi ungkapan pujian kepada Raja Purnawarman.

Nah, itulah prasasti-prasasti yang merupakan peninggalan Kerajaan Tarumanegara. Kamu dapat melihat ketujuh prasasti tersebut secara langsung di cagar alam dan di museum sejarah.

Exit mobile version