Jakarta, Pahami.id –
Menteri Koordinator Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Koreksi Yusril Ihza Mahendra Dia mengatakan akan berbicara dengan gubernur Aceh Muzakir Manaf (Mualem) dan Gubernur Sumatra Utara Bobby Nasution untuk membahas empat polemik pulau.
“Dalam waktu dekat saya akan berbicara dengan Mualem (Gubernur Aceh Muzakkir Manaf) dan para pemimpin Aceh lainnya dan gubernur Sumatra Utara untuk membantu menyelesaikan masalah keempat pulau,” kata Yusril dalam siaran persnya pada hari Minggu (6/15).
Yusril mengatakan dia juga berkomunikasi dengan Menteri Tito Karnavian di pedalaman karena empat masalah pulau yang berkaitan dengan hukum di bawah yurisdiksinya.
Dia percaya bahwa masalah empat pulau yang telah bersama selama beberapa hari belum dibawa ke pengadilan oleh pihak mana pun.
“Penentuan perbatasan regional dilakukan dengan kerjasama. Permira bukan objek sengketa administrasi negara yang dapat dibawa ke pengadilan Tun,” kata Yusril.
“Satu -satunya cara adalah melakukan tes formal dan material ke Mahkamah Agung, tetapi juga tidak mungkin karena permendagr tidak ada,” katanya.
Tidak ada keputusan yang belum ada
Yusril menekankan bahwa sampai saat ini Pemerintah Federal (Menteri Dalam Negeri) belum membuat keputusan tentang status Pulau keempat untuk memasuki Aceh Singkil atau Kabupaten Pusat, Sumatra Utara.
Yusril mengatakan penentuan perbatasan distrik dan perkotaan di wilayah itu adalah kekuatan Menteri Dalam Negeri sebagaimana diuraikan dalam Menteri Dalam Negeri (Permendagri). Sampai saat ini, Permira tidak ada.
Karena alasan ini, Yusril meminta politisi, akademisi, sarjana, aktivis dan tokoh masyarakat untuk menanggapi masalah dengan tenang dan kesabaran.
“Pemerintah federal belum membuat keputusan akhir tentang status empat pulau untuk memasuki Aceh atau Sumatra Utara.
“Namun, pemberian Kode Pulau melalui Menteri Dalam Negeri tidak berarti bahwa keputusan yang menentukan pulau itu memasuki wilayah distrik Tapani tengah, karena penentuan batas regional harus ditetapkan dalam bentuk permendagr,” katanya.
Karena batas -batas daerah antara wilayah Aceh dan provinsi Sumatra Utara dan batas -batas antara distrik Aceh Singkil dan distrik Tapanuli tengah, terutama sekitar empat pulau yang belum selesai dan belum pernah terjadi sebelumnya, kata Yusril, jadi itu adalah tugas gubernur Aceh dan gubernur Utara.
Atas dasar Menteri Urusan, Menteri Dalam Negeri akan mengeluarkan Menteri Dalam Negeri di darat dan batas -batas laut antara Aceh dan Wilayah Sumatra Utara.
“Memang, secara geografis lokasi pulau -lebih dekat ke distrik Tapanuli tengah dibandingkan dengan distrik tersebut. Namun, faktor -faktor kedekatan geografis bukan satu -satunya ukuran untuk menentukan pulau itu ke daerah terdekat,” kata Yusril.
Dalam hal ini ia memberikan contoh Pulau Natuna, Pulau Miangas dan Pulau Pasir.
Secara geografis, Pulau Natuna lebih dekat ke Sabah Malaysia daripada Kepulauan Kalimantan Barat atau Riau. Namun, sejak masa sultanat kolonialisme Melayu dan Belanda, Natuna telah menjadi wilayah India Timur Belanda, bukan wilayah Malaya Inggris.
Di sisi lain, Pulau Miangas lebih dekat ke wilayah selatan Pulau Mindanao dibandingkan dengan daratan Sulawesi Utara. Pulau Miangas telah menjadi perselisihan antara Belanda dan Spanyol dan kemudian dengan Amerika Serikat.
Akhirnya, arbitrase Washington memutuskan bahwa Pulau Miangas memasuki Hindia Timur Belanda pada tahun 1906 dan sekarang secara otomatis menjadi bagian dari Indonesia.
Yusril mengatakan banyak orang Filipina masih menganggap Pulau Miangas menjadi bagian dari negara mereka.
Sedangkan Sand Island atau Asmor Reef di NTT Selatan, secara geografis lebih dekat ke Pulau Timor daripada Australia.
Namun, sejak 1878, Pulau Pasir telah dimasukkan ke Inggris ke Australia tanpa memprotes Belanda.
Jadi, sampai hari ini pulau pasir telah dimasukkan ke wilayah Australia, bukan Indonesia. Namun, masih ada banyak orang di NTT yang berpikir bahwa pulau -pulau itu memasuki Indonesia.
(Ryn/gil)