Site icon Pahami

Berita Vonis Ringan TNI di Kasus Hukum, Koalisi Desak Ubah Peradilan Militer

Berita Vonis Ringan TNI di Kasus Hukum, Koalisi Desak Ubah Peradilan Militer


Jakarta, Pahami.id

Sejumlah organisasi yang tergabung dalam Koalisi Publik untuk Reformasi Keamanan mendorong dilakukannya peninjauan kembali Keadilan militer setelah banyak hukuman ringan yang diberikan kepada tentara atau tentara Nyonya Dalam kasus penganiayaan yang menyebabkan kematian.

Hukuman ringan terjadi pada kasus penembakan yang menewaskan bos rental di Jakarta dan penganiayaan terhadap siswa SMA di Medan yang mengakibatkan korban meninggal dunia. Perkara tersebut disidangkan pada tingkat kasasi oleh Mahkamah Agung (MA) dan Pengadilan Militer.

Direktur Ylbhi Muhammad Isnur yang tergabung dalam koalisi mengatakan rangkaian hukuman ringan terhadap anggota TNI dalam kasus ini menunjukkan praktik ilegal.


“Dalam beberapa bulan terakhir, masyarakat disuguhkan berbagai keputusan baik bagi personel militer yang melakukan tindak pidana, menunjukkan bahwa supremasi hukum dan agenda reformasi sektor keamanan terhenti setelah lebih dari dua dekade pasca reformasi tahun 1998,” jelasnya dalam keterangan tertulis, Rabu (22/10).

Isnur menilai, ayat-ayat pengulangan cahaya terjadi dengan pola yang sama seperti yang terjadi dalam peradilan militer. Ia mengatakan, ketika pelaku berasal dari institusi militer, proses hukum menjadi tertutup, terjadi perlakuan tidak setara, dan hukuman yang tidak proporsional.

“Hukum seolah-olah tunduk pada keseragaman dan kepangkatan, bukan keadilan. Keadilan seringkali dikorbankan untuk menjaga citra dan kesatuan korps (Esprit de Corps) yang disalahartikan sebagai kesetiaan buta antar prajurit,” ujarnya.

Oleh karena itu, kata ISNUR, koalisi mendesak pemerintah dan DPR segera merevisi UU 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Koalisi meminta agar segala tindak pidana umum yang melibatkan anggota TNI diadili di pengadilan umum.

Tanpa adanya pengujian undang-undang peradilan militer maka akan terjadi kekebalan terhadap kejahatan yang dilakukan anggota TNI, hal ini juga akan melanggengkan terulangnya tindakan anggota TNI lainnya, ujarnya.

Sejumlah organisasi afiliasinya antara lain Imparsial, Ylbhi, Kontras, PBHI, Amnesty International Indonesia, Elsam, Human Rights Working Group (HRWG), Walhi, Setara Institute, Centra Initiative, dan ICW.

Sebelumnya, dalam kasus bos persewaan, MA pada 2 September mengubah hukuman dua mantan prajurit TNI Angkatan Laut (AL), yakni Akbar Adli dan Bambang Apri Atmojo, sebagai pelaku penembakan bos persewaan mobil Ilyas Abdurrahman. Keduanya melarikan diri dari penjara seumur hidup.

Dalam putusan di tingkat kasasi, Akbar dan Bambang akhirnya divonis 15 tahun penjara dan tambahan hukuman pemecatan dari dinas militer. Keduanya pun divonis membayar ganti rugi kepada keluarga korban.

Selain itu, MA juga mengurangi hukuman terdakwa Rafsin Hermawan dari empat tahun penjara menjadi tiga tahun. Rafsin juga ditolak dari dinas militer.

Tak lama kemudian, majelis hakim Pengadilan Militer I-02 memvonis Sertu Riza Pahlivi 10 bulan penjara karena terbukti melakukan tindak pidana penganiayaan hingga menewaskan seorang siswi SMA di Medan berinisial MHS.

Selain hukuman 10 bulan penjara, Sertu Riza juga diharuskan membayar restitusi kepada pemohon Lenny Damanik (ibu MHS) sebesar Rp12,7 juta.

(DAL/TFQ/DAL)


Exit mobile version