Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Thanthowy Syamsuddin menemukan Hak Pakai Gedung (HGB) daratan yang terletak di atas laut bagian timur SurabayaJawa Timur.
Melalui akun X @thanthowy, ia menemukan HGB seluas 656 hektar di perairan timur Surabaya. Koordinat tepatnya adalah 7.342163°LS, 112.844088°BT, 7.355131°LS, 112.840010°BT dan 7.354179°LS, 112.841929°BT.
Thanthowy melakukan penelusuran di aplikasi Bumi milik Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Ia mengaku khawatir dengan kasus pagar laut dan HGB yang muncul di perairan Tangerang. Ia khawatir hal serupa terjadi di Jawa Timur.
“Saat saya cek validnya dari aplikasi Bhumi ATR/BPN sendiri, saya kemudian mengutip tweet tersebut, saya berikan link semuanya, koordinatnya, screenshotnya, termasuk saya cek di aplikasi Google Earth,” kata Thanthowy. CNNIndonesia.comSelasa (21/1).
Thanthowy mengatakan, hasil penelusurannya menunjukkan bahwa tanah yang didaftarkan berstatus HGB itu berada di wilayah perairan, tanpa ada daratan.
“Kalau di Google Earth sebenarnya wilayahnya laut, sama seperti kolam dan tempat pemancingan mangrove, jadi tidak ada daratan, jadi perairan seperti di Tangerang,” ujarnya.
Menurut dia, jika temuannya soal HGB memang benar ada, maka hal tersebut melanggar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 85/PUU-XI/2013 yang melarang pemanfaatan ruang di perairan.
Tak hanya itu, HGB juga bertentangan dengan Peraturan Daerah (Perda) Jawa Timur Nomor 10 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang menegaskan bahwa kawasan tersebut diperuntukkan untuk perikanan, bukan kawasan komersial atau pemukiman. Hal ini, kata dia, menimbulkan pertanyaan besar mengenai keabsahan HGB tersebut.
Sebenarnya ini yang harus dipastikan atau harus dipastikan oleh pemerintah. Kenapa ada pemanfaatan ruang di atas perairan yang bertentangan dengan putusan MK, kata Thanthowy.
Ia juga menekankan peran Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang memiliki peta zona pemanfaatan ruang laut. Menurutnya, perlu ada koordinasi data antara ATR/BPN dan KKP untuk memastikan pemanfaatan ruang tidak melanggar aturan dan merugikan lingkungan.
Ia juga mendesak pemerintah transparan dalam mengungkapkan siapa pemilik HGB di kawasan tersebut. Sebab, aplikasi Bhumi hanya menampilkan status HGB tanpa informasi pemiliknya.
“Pemerintah harus mengungkap siapa pemilik HGB sebenarnya. Saya berharap apa yang terjadi di Tangerang tidak terjadi di Jawa Timur, khususnya wilayah pesisir yang menjadi titik kawasan konservasi, lingkungan hidup, pencegahan erosi, mungkin juga aspek penangkapan ikan bagi para nelayan. ,’ dia bersikeras.