Jakarta, Pahami.id —
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matra menilai kebijakan pemerintah yang membatalkan kenaikan SPP tunggal (UKT) tahun ini hanya bertujuan untuk meredam protes mahasiswa.
Ubaid menilai pembatalan kenaikan UKT harus dibarengi dengan pembatalan Permendikbudristek No.2 tahun 2024 dan komitmen pengembalian status Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH) menjadi PTN.
Tanpa kedua hal tersebut, menurutnya UKT ke depan akan terus meningkat. Hal ini diperkuat dengan pernyataan pemerintah yang membuka peluang peningkatan UKT pada tahun depan.
“Selama UU Pendidikan Tinggi No. 12 Tahun 2012 tidak dicabut, seluruh PTN akan berstatus PTN-BH, dan hal ini akan mengakibatkan beralihnya tanggung jawab pendanaan pendidikan yang akan membuat UKT menjadi mahal,” kata Ubaid dalam keterangan tertulisnya, Selasa (28/5).
Ubaid mengatakan, penyebab mahalnya UKT adalah status perguruan tinggi negeri yang berbentuk badan hukum (PTN BH). Status ini memungkinkan kampus-kampus negeri mencari pendanaan sendiri termasuk dengan menaikkan tarif UKT.
<!–
/4905536/CNN_desktop/cnn_nasional/static_detail
–>
Dia menduga pemerintah akan tetap menyerahkan biaya pendidikan ke mekanisme pasar. Padahal, anggaran pendidikan dalam APBN mampu mensubsidi biaya kuliah.
“Sebenarnya perkiraan pendidikan sebesar Rp 665 triliun dalam APBN 2024 sangat mungkin dan bebas dialokasikan untuk membiayai pendidikan tinggi,” ujarnya.
Namun perlu diingat bahwa hal tersebut tidak mungkin terjadi jika kebijakan pemerintah pro-komersialisasi dan liberalisasi pendidikan tinggi, tambahnya.
Lanjut Ubaid, besaran APBN untuk pendidikan tidak mempengaruhi tingginya biaya UKT karena pemerintah kini tidak lagi menggunakan APBN untuk mensubsidi PTN-BH.
Menurut Ubaid, dengan berstatus PTN-BH maka kampus perlu memperoleh pembiayaan mandiri dengan menjalankan usaha yang menguntungkan.
Dalam situasi ini, ketika PTN-BH tidak memiliki sumber pendanaan yang memadai, maka besarnya biaya operasional kampus yang sebelumnya ditanggung negara, kini ditanggung masyarakat melalui skema UKT.
“Salah satu usaha yang paling menguntungkan dan kecil kemungkinannya merugikan kampus adalah mengurus mahasiswa melalui skema UKT ini. Oleh karena itu, selama status PTN-BH tidak dibubarkan, kampus tidak dikembalikan sebagai PTN, maka biayanya adalah UKT akan selalu naik,” kata Ubaid.
Ubaid menambahkan, bantuan kepada pelajar dari keluarga tidak mampu yang menurutnya sebesar 20 persen di PTN-BH hanyalah kedok. Di lapangan, kata dia, KIP-Kuliah banyak yang meleset dari sasaran, bahkan kampus tidak mencapai angka minimal 20 persen bagi mahasiswa skema UKT kelompok 1 dan kelompok 2.
“Ketika statusnya tetap menjadi PTN-BH dan tidak ada revisi UU Dikti 12 Tahun 2012, maka kampus akan marak dan serampangan melakukan komersialisasi dan menjadikan kampus sebagai kawasan bisnis. Hal ini jelas bertentangan dengan amanat UUD 1945, khususnya pasal 31 yang menyatakan “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan,” tegas Ubaid.
Siswa tidak boleh berpuas diri
Ubaid berpesan kepada mahasiswa untuk tidak terlalu cepat puas dengan pengumuman kenaikan UKT yang ditunda. Ia menilai, sebaiknya mahasiswa terus melakukan aksi hingga pemerintah menghapus aturan PTN-BH.
“Mahasiswa jangan cepat puas dan senang dengan pernyataan Mendikbud. Karena tahun depan akan meningkat lagi dan mahasiswa lama juga akan terkena dampaknya,” kata Ubaid.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengumumkan berakhirnya kenaikan UKT usai bertemu Presiden Jokowi. Tadi malam, Jokowi mengungkapkan kemungkinan kenaikan UKT berlanjut pada tahun depan.
“Kemungkinan ini akan dikaji dulu, baru dikaji dan dihitung kenaikannya masing-masing perguruan tinggi agar memungkinkan, masih ada kemungkinan, nanti ini kebijakan Mendikbud, kenaikannya akan dimulai berikutnya. tahun,” kata Jokowi di Istora Senayan, Jakarta, Senin (27/5).
(dhf/wis)
!function(f,b,e,v,n,t,s){if(f.fbq)return;n=f.fbq=function(){n.callMethod?
n.callMethod.apply(n,arguments):n.queue.push(arguments)};if(!f._fbq)f._fbq=n;
n.push=n;n.loaded=!0;n.version=’2.0′;n.queue=[];t=b.createElement(e);t.async=!0;
t.src=v;s=b.getElementsByTagName(e)[0];s.parentNode.insertBefore(t,s)}(window,
document,’script’,’//connect.facebook.net/en_US/fbevents.js’);
fbq(‘init’, ‘1047303935301449’);
fbq(‘track’, “PageView”);