Site icon Pahami

Berita Trump Klaim Gaza Damai usai Mediasi Gencatan Israel-Hamas, Benarkah?

Berita Trump Klaim Gaza Damai usai Mediasi Gencatan Israel-Hamas, Benarkah?


Jakarta, Pahami.id

Presiden Amerika Serikat Donald Trump terus menyatakan bahwa konflik Hamas Israel-Palestina telah berakhir.

Dalam berbagai kesempatan, ia menegaskan perang Israel melawan kelompok milisi Hamas di Jalur Gaza telah usai. Pernyataan tersebut salah satunya disampaikan di hadapan Parlemen Knesset Israel pada Senin (13/10), beberapa jam sebelum ia berangkat ke Mesir untuk memimpin KTT Perdamaian Gaza.

“Setelah bertahun-tahun perang tanpa akhir dan bahaya yang tak ada habisnya, hari ini langit tenang, senjata tidak bersuara, sirene tidak bersuara, dan matahari terbit di tanah suci yang akhirnya damai.


“Ini bukan sekadar akhir perang, ini adalah akhir dari era kekerasan dan kematian, dan awal dari era iman, harapan, dan Tuhan. Ini adalah awal dari keharmonisan abadi bagi Israel dan seluruh kebanggaan kawasan yang akan segera menjadi luar biasa,” kata Trump seperti dikutip. Berita ABC.

Meski terus mengulangi hal tersebut, nyatanya pandangan Trump tidak sejalan dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

Pada Minggu (12/10), Netanyahu menegaskan serangan militer di Gaza belum berakhir. Saat berada di Knesset bersama Trump, Netanyahu juga mengatakan bahwa dia “berkomitmen terhadap perdamaian”.

Nahlah Ayed, mantan jurnalis Timur Tengah yang kini menjadi pembawa acara KBK Idea, yang mengatakan bahwa keadaan konflik Israel-Palestina saat ini adalah contohnya perdamaian negatif atau perdamaian negatif. Ini adalah situasi ketika tidak ada kekerasan dalam konflik.

Gencatan senjata memang merupakan perdamaian yang negatif karena kekerasan dan penindasan yang terjadi terhenti untuk sementara waktu. Situasi ini berbeda dengan perdamaian positif, dimana terjadi pemulihan hubungan, penciptaan sistem sosial yang memenuhi kebutuhan penduduk, dan penyelesaian konflik yang konstruktif.

“Meskipun Trump memproklamasikan ‘Zaman Keemasan di Timur Tengah’, kesepakatan yang ia hasilkan adalah contoh klasik dari ‘perdamaian negatif’ yang dinegosiasikan, yaitu tidak ada kekerasan, tanpa mengatasi masalah mendasarnya,” kata Ayed, seperti dikutip CBC.

Ayed mengatakan bahwa meskipun kesepakatan Trump hanya mengakhiri satu episode kekerasan yang mengerikan dan menyakitkan di Timur Tengah, konflik Israel-Palestina yang sebenarnya masih belum terselesaikan.

“Perjanjian damai tidak menangani gejala lain dalam konflik ini. Gejala tersebut antara lain perluasan pemukiman Israel di Tepi Barat, bagian penting wilayah Palestina yang ingin dibentuk menjadi sebuah negara,” ujarnya.

Sejumlah pemimpin dunia baru-baru ini mengakui negara Palestina. Beberapa pemimpin dunia juga menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) yang membahas perdamaian di Gaza.

Menurut AYED, KTT ini menunjukkan bahwa para pemimpin memandang perjanjian ini sebagai langkah menuju pembentukan negara Palestina dan menuju perdamaian yang lebih komprehensif dan abadi. Namun, dia ragu Netanyahu, atau bahkan AS sendiri, berpikiran sama mengenai hal ini.

“Tetapi Netanyahu telah berulang kali menyuarakan penolakannya terhadap gagasan pendirian negara Palestina dan Amerika Serikat belum bergerak untuk mengakuinya,” kata Ayed.

Pandangan serupa juga diungkapkan Anggota Parlemen dari Partai Demokrat Liberal dan satu-satunya anggota keturunan Palestina di Parlemen Inggris, Layla Moran.

Saat berbicara dengan Perdana Menteri Inggris Keir Starmer, Moran mengaku menyambut baik langkah London yang mengakui kemerdekaan Palestina. Namun, dia memperingatkan bahwa hal itu hanya akan menjadi “janji kosong” tanpa pembentukan negara Palestina yang sebenarnya.

Starmer sendiri menanggapi pernyataan Moran dengan berjanji akan terus melakukan apa yang harus dilakukan.

“Saya secara pribadi berkomitmen bahwa kami akan bekerja tanpa kenal lelah untuk memastikan bahwa kali ini kami akan terus menandatangani perjanjian melalui semua pekerjaan yang perlu dilakukan,” kata Starmer.

Pada tanggal 29 September, Trump mengajukan proposal perdamaian untuk Jalur Gaza. Isinya 20 poin yang mencakup pertukaran sandera, pemulangan jenazah, masuknya seluruh bantuan kemanusiaan ke Gaza, perlucutan senjata Hamas, dan pembentukan Komite Pemerintah Gaza tanpa keterlibatan Hamas, serta dewan pengawas komite yang dipimpin oleh Trump.

Awalnya, Hamas menyatakan ada beberapa poin yang perlu dibahas terkait usulan perdamaian Trump. Namun Hamas tetap menyetujuinya karena adanya tekanan kuat dari Amerika Serikat dan negara lain.

Sementara itu, Israel dilaporkan tidak mempermasalahkan usulan tersebut.

Trump pada Rabu (8/10) mengumumkan bahwa Israel dan Hamas telah menyetujui gencatan senjata. Gencatan senjata resmi dimulai pada Jumat (10/10).

Kedua belah pihak saat ini sedang melakukan gencatan senjata fase pertama. Namun belum diketahui apakah tahap pertama ini bisa berjalan lancar dan bisa berlanjut ke tahap berikutnya.

(BLQ/DNA)


Exit mobile version