Jakarta, Pahami.id —
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Ayo Tjahjanto mengungkap wilayah Intan Jaya dan Ilaga di Papua Tengahdan wilayah Nduga di Pegunungan Papua masih memiliki tingkat kerentanan yang tinggi. Namun, kata dia, rasa tidak aman masih bisa diatasi di kawasan itu.
“Hanya di daerah tertentu yang kerentanannya cukup tinggi, tapi semuanya bisa diatasi. Termasuk kelemahan di Intan Jaya, kelemahan di Puncak Ilaga, kelemahan di Nduga. Hanya di daerah itu saja,” kata Hadi dalam Kuliah Umum Merdeka. Universitas Malang tayang di channel YouTube Unmer.
Hadi menjelaskan, tidak semua wilayah di Papua terpapar konflik sosial. Menurutnya, berbagai program pemerintah di Papua, salah satunya melalui pemekaran wilayah dapat mengendalikan konflik sosial dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
“Sehingga kalau ada yang kecewa dengan kesejahteraan, gubernur bisa mendengarkannya dan segera mengambil tindakan tindak lanjut. Dengan adanya perkembangan ini, kita pasti bisa dengan mudah menyelesaikan permasalahan di sana,” ujarnya.
Ia pun meyakini semua pihak harus memiliki persepsi yang sama untuk menghindari konflik sosial di Papua. Selain itu, dialog dan komunikasi dengan warga sekitar harus diutamakan untuk menghindari konflik.
“Semua ini direncanakan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan. Kita harus pintar-pintar berkomunikasi, berdialog dan menjamin keselamatan kita masing-masing,” ujarnya.
Saat ini terdapat enam daerah di Provinsi Papua, empat di antaranya merupakan daerah baru hasil pemekaran wilayah. Keenam wilayah tersebut adalah Papua, Papua Barat, Papua Tengah, Papua Gunung, Papua Selatan, dan Papua Barat Daya.
Pembentukan daerah otonomi baru (DOB) di Papua bukannya tanpa kritik. Direktur Pusat Kajian Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari berpendapat, penyebab tidak sejahteranya masyarakat Papua adalah karena kebijakan pemerintah pusat, bukan karena jumlah daerah di wilayah tersebut sedikit.
Pandangan Ferry terhadap pembentukan daerah otonom baru bukanlah solusi untuk mengatasi permasalahan kesejahteraan masyarakat setempat.
Ia juga menilai naskah dan kajian akademis yang dikeluarkan pemerintah pusat kurang mendalam. Menurutnya, hasil kajian tersebut belum cukup untuk dijadikan alasan pemekaran wilayah di sana.
“Juga tidak terlalu terbuka dan terukur untuk memastikan upaya ini merupakan bagian yang tepat dan pantas bagi masyarakat Papua,” kata Feri, 19 Juli 2022.
Peneliti Senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Adriana Elisabeth pun pesimistis pembentukan daerah otonom baru bisa mewujudkan kemerdekaan Papua. Pasalnya selama 20 tahun Otonomi Khusus (Otsus) Papua tidak berjalan maksimal.
(rzr/tsa)