Jakarta, Pahami.id –
Tiga terdakwa dalam Korupsi Korupsi Covid-19 Korupsi (APD) di Kementerian Kesehatan Indonesia dijatuhi hukuman 3 hingga 11,5 tahun penjara. Mereka dianggap sebagai hakim untuk melakukan suap bersama.
Hukuman itu dibacakan oleh panel pengadilan korupsi (korupsi) hakim di Pengadilan Distrik Jakarta Tengah (PN) pada hari Kamis (5/6).
Tiga terdakwa adalah mantan kepala Pusat Krisis Kesehatan dan Petugas Komitmen (PPK) dari Kementerian Kesehatan Sylvana, Presiden PT Energy Indonesia (PT EKI) Satrio Wibowo, dan direktur Pt Permana Putra Mandiri (PT PPM) Ahmad Tauf.
“Dibebani, memaksakan pelanggaran pidana kepada terdakwa, oleh karena itu, dengan hukuman penjara 3 tahun dan denda Rp100 juta dengan alokasi jika denda tidak dibayar digantikan oleh 2 bulan penjara,” kata Ketua Hakim Agung Syofia Marlianti Tambunan dalam membaca keputusannya.
Sebelumnya, Budi didakwa dengan kejahatan selama 4 tahun penjara dan denda Rp200 juta dalam 3 bulan.
Penyalahgunaan Daya untuk Pesan APD
Hakim Buni telah menyalahgunakan kekuasaan sebagai PPK dalam pengadaan APD Covid-19 dan melakukan pembayaran untuk 170 ribu set PPE yang diambil oleh TNI dari daerah terikat di Bogor, Jawa Barat, pada 22-24 Maret 2020.
Faktanya, tidak ada pesanan, dan pembayaran dilakukan sebelum menandatangani KK.02.01/.1/460/460/20120 nomor pesanan tertanggal 28, 2020. Tidak ada bukti pendukung lain tentang masalah ini.
Budi juga tidak menghentikan dan mengakhiri surat kontrak setelah audit untuk keperluan tertentu dari Level 1 dan Tahap 2.
Menurut hakim, tindakan kesopanan tidak dapat dipisahkan dari pihak berwenang, peluang, dan fasilitas di sana sebagai pengadaan merek PPK Boho Di Pusat Krisis Kesehatan Kementerian, dana untuk tahun fiskal BNPB 2020.
“Oleh karena itu, hukum panel hakim berpendapat bahwa unsur penyalahgunaan kekuasaan, peluang, atau fasilitas di dalamnya adalah karena posisinya atau posisinya telah terpenuhi dalam tindakan terdakwa,” kata Hakim Nofalinda Arianti.
Budi bersalah karena melanggar Pasal 3 Pasal 18 dari Korupsi Pemberantasan Undang -Undang (Undang -Undang Korupsi) Juncto Pasal 55 Paragraf 1 1 KUHP.
Ahmad Taufik kemudian dijatuhi hukuman 11 tahun penjara dan denda Rp1 miliar di anak perusahaan 4 bulan penjara ditambah uang pengganti RP224,18 miliar dalam 4 tahun penjara. Sebelumnya, ia telah dituntut 14 tahun dan 4 bulan penjara dan denda RP1 miliar dalam 6 bulan dan penggantian RP224,18 miliar penjara selama 6 tahun.
Satrio Wibowo dijatuhi hukuman 11 tahun dan 6 bulan penjara, serta denda RP1 miliar dalam 4 bulan penjara. Satrio juga dijatuhi hukuman membayar biaya penggantian Rp59,98 miliar dalam 3 tahun penjara.
Satrio sebelumnya didakwa dengan hukuman penjara 14 tahun dan 10 tahun ditambah denda RP1 miliar dalam 6 bulan dan penggantian RP59,98 miliar dalam 4 tahun penjara.
Hakim percaya bahwa tindakan Taufik dan Satrio telah melanggar Pasal 2 dari paragraf 1 dari Juncto Pasal 18 Undang -Undang Korupsi bersama dengan Pasal 55 paragraf 1 KUHP pertama.
Yang membebani keputusan itu adalah tindakan terdakwa yang bertentangan dengan upaya pemerintah untuk memberantas korupsi, dan terdakwa telah mengurangi kepercayaan publik terhadap Kementerian Kesehatan.
Sementara pengurangan terdakwa bersikap sopan dalam persidangan dan memiliki tanggung jawab keluarga.
Memesan ratusan PPE -Ratus miliar
Tiga terdakwa terbukti secara hukum dan yakin akan korupsi bersama dalam pengadaan Kementerian Kesehatan APD COVID-19 pada tahun 2020.
Undang-undang ini dilakukan bersama dengan partai-partai lain, presiden PTM FAZ dari PT awal, Partai Hukum Awal PT EKI, dan Sekretaris Badan Manajemen Bencana Nasional (BNPB) dan Otoritas Konsumen Anggaran (KPA) pada 2019-2020 awal Har.
Kasus ini terjadi ketika wabah Pandemi Covid-19 menghantam tanah air pada tahun 2020. BNPB menetapkan status darurat karena virus Corona dari 28 Januari hingga 28 Februari.
Sebagai hasil dari penentuan status darurat, semua biaya yang dikeluarkan di BNPB diselesaikan -gunakan dana.
Tiga terdakwa mengambil tindakan terhadap undang -undang dengan menegosiasikan harga dan menandatangani 5 juta set pesanan APD, menerima pinjaman dari BNPB sebesar Rp10 miliar untuk membayar 170 ribu set PPE ke PT PPM dan PT EKI, tanpa dokumen pesanan dan pembayaran.
Selain melakukan pembayaran untuk satu set 1,01 juta boho merek APD set RP711,2 miliar untuk PPM dan PT EKI.
Faktanya, PT EKI tidak memenuhi syarat sebagai penyedia barang dan jasa yang serupa di lembaga pemerintah, dan tidak memiliki izin distribusi perangkat medis (IPAK).
Faktanya, kedua perusahaan tidak memberikan dan menyajikan bukti dukungan penetapan harga kepada PPK untuk dikatakan melanggar prinsip pengadaan barang dan jasa pemerintah dalam kontrol darurat.
Satrio Wibowo dikatakan telah memperkaya RP59,9 miliar, Ahmad Taufik dari RP224.1 miliar, PT YSJ RP 25.2 miliar dan Pt Gai 14.6 miliar. Negara menderita kerugian RP319,6 miliar.
(Ryh/vws)