Site icon Pahami

Berita Taliban Larang Perempuan Nyanyi-Bersuara Keras di Depan Umum


Jakarta, Pahami.id

Pemerintah Taliban di dalam Afganistan melarang perempuan berbicara dengan suara keras dan bernyanyi di depan umum, dalam undang-undang baru yang disahkan di bawah rezim tersebut.

Undang-undang yang dikeluarkan pada Rabu (21/8) setelah disetujui oleh Pemimpin Tertinggi Hibatullah Akhundzada itu memuat pengaturan pada aspek kehidupan sehari-hari seperti peraturan angkutan umum, musik, bercukur, dan perayaan.


Di antara aturan baru tersebut, perempuan diwajibkan mengenakan jilbab setiap saat di depan umum untuk menghindari godaan orang lain. Pakaian tidak boleh tipis, ketat atau pendek.

Wanita muslimah juga wajib menutup auratnya dihadapan laki-laki maupun wanita non muslim, untuk menghindari maksiat.

Suara wanita juga dianggap sebagai “hal yang intim”, sehingga tidak dapat terdengar saat bernyanyi, membaca, atau berbicara dengan suara keras di depan umum.

Perempuan juga dilarang menemui laki-laki yang tidak mempunyai hubungan darah atau perkawinan, begitu pula sebaliknya.

Insya Allah kami jamin syariat Islam ini benar-benar membantu dalam berbuat kebaikan dan menghilangkan keburukan, kata juru bicara pemerintah Taliban, Maulvi Abdul Ghafar Farooq, seperti dikutip CNN.

Undang-undang setebal 114 halaman dan 35 pasal tersebut merupakan deklarasi resmi pertama mengenai undang-undang keburukan dan kebajikan di Afghanistan, sejak Taliban merebut kekuasaan pada tahun 2021.

Undang-undang tersebut akan memberi pemerintah kekuasaan untuk mengatur perilaku pribadi, menjatuhkan hukuman seperti peringatan atau penangkapan, jika penegak hukum mencurigai warga Afghanistan melanggar undang-undang tersebut.

Undang-undang tersebut juga melarang publikasi gambar makhluk hidup, pemutaran musik, percampuran pria dan wanita yang tidak memiliki hubungan darah.

Bulan lalu, PBB melaporkan bahwa kehadiran supremasi hukum menimbulkan ketakutan dan ketakutan di kalangan masyarakat Afghanistan.

“Mengingat berbagai masalah yang diuraikan dalam laporan tersebut, posisi yang diungkapkan oleh otoritas de facto bahwa pengawasan ini akan meningkat dan meluas menimbulkan kekhawatiran yang signifikan bagi seluruh warga Afghanistan, khususnya perempuan dan anak perempuan,” kata Fiona Frazer, kepala layanan hak asasi manusia di misi PBB. di Afganistan.

Namun Taliban membantah laporan PBB tersebut.

(Dna)



Exit mobile version