Site icon Pahami

Berita Tak Dapat Tiket Pesawat, Propam NTT Tunda Sidang Etik Kekerasan Pers


Kupang, Pahami.id

Propam Polisi Polisi Distrik Nusa Timur (Pola ntt) Menunda etika dan disiplin SO yang disebut terorisme oleh petugas polisi Mangarar yang tidak bertanggung jawab terhadap para pemimpin tepiSaya FloresaHerry Fog yang terjadi pada 2 Oktober 2024.

Persidangan, yang awalnya adalah hari Kamis (20/2) di polisi distrik Mankgarai, ditunda sebagai anggota propam Polda yang akan mengadakan sidang tidak menerima tiket pesawat dari Kupang ke Ruteng, Mankgarai.


Kepala Hubungan Masyarakat Komisaris Polisi Distrik NTT Henry Novika Chandra ketika dikonfirmasi untuk mengkonfirmasi penundaan sesi etika untuk alasan transportasi.

“Itu benar, persidangan ditunda karena kendala mengakses jadwal penerbangan, jadi persidangan ditunda,” kata Henry dalam pesan tertulis pada hari Jumat (21/2).

Henry menjelaskan bahwa anggota Propam Polda akan segera meninggalkan rute jika mereka menerima konfirmasi jadwal penerbangan ke Ruteng untuk uji coba.

“Jadwal percobaan direncanakan minggu depan, menyesuaikan jadwal penerbangan,” katanya.

Dia mengatakan petugas kepolisian regional Mangararai dicurigai sebagai pelanggar yang akan menjalani kode etik dalam kasus ini adalah seorang petugas polisi.

“Anggota yang dicurigai melakukan pelanggaran satu orang, itu adalah upaya etis,” Henry menjelaskan.

Secara terpisah, Kepala Polisi Adjunct Senior Komisaris Edwin Saleh juga mengkonfirmasi penundaan sesi etika yang diduga menentang kepala editor Floresa Itu.

“Ya, itu benar,” kata Edwin Cnnindonesia.com.

Dia mengatakan penundaannya adalah bahwa anggota propam polisi distrik NTT dibatasi oleh jadwal penerbangan dari Kupang ke Ruteng.

Sebelumnya kepala kepala FloresaHerry Kala, melapor kepada polisi distrik NTT untuk kekerasan yang katanya ketika meliput demonstrasi komunitas asli di Poco Leok, Mangga.

Selama itu, Herry dicurigai melakukan kekerasan dari personel polisi distrik Manggarai yang melakukan tindakan yang diambil di Situs Proyek Strategis Nasional (PSN).

Dalam sebuah pernyataan yang diterima, pengacara Herry, Ferdinansa Jufanio Buba, mengatakan bahwa siapa pun yang terlibat dalam pelanggaran etis harus menerima hukuman disiplin maksimum untuk efek pencegahan.

“Kasus ini adalah kasus serius yang melibatkan petugas penegak hukum. Ketegasan Propam untuk memungkinkan polisi yang kejam memberi publik pesan penting bahwa polisi negara itu berkomitmen untuk mencegah pengulangan kasus yang sama,” katanya.

Dia juga mengatakan bahwa dalam kasus ini, kliennya jelas merupakan korban kekerasan sebagaimana dibuktikan oleh cedera pada tubuh pada kesaksian saksi di lapangan.

“Karena itu, tidak ada alasan bagi polisi untuk tidak mengambil tindakan terhadap anggotanya,” katanya.

(Kid/Eli)


Exit mobile version