Jakarta, Pahami.id —
Pemerintah Singapura secara resmi menetapkan rumah founding father tersebut Singapurayang juga merupakan Perdana Menteri (PM) pertama Lee Kuan Yew, sebagai aset nasional pada Jumat (12/12) lalu.
Penunjukan ini diumumkan dalam Berita Negara yang terbit pada 12 Desember pukul 17.00 waktu setempat. Keputusan ini berlaku mulai 13 Desember.
Menariknya, terjadi perselisihan untuk melestarikan rumah tersebut. Pasalnya, putra bungsunya, Lee Hsien Yang, mengajukan keberatan secara tertulis kepada pihak berwenang dan setelah panel menilai situs tersebut layak untuk dilestarikan.
Lee Hsien Yang adalah pemilik situs tersebut dan adik dari mantan PM Lee Hsien Loong, yang mendukung pelestarian rumah ayahnya.
Padahal sebelumnya, Lee Hsien Yang bersikeras agar rumah tersebut dibongkar sesuai keinginan Lee Kuan Yew. Sementara itu, Lee Hsien Loong ingin pemerintah Singapura memutuskan nasib rumah tersebut dengan mempertimbangkan potensi nilai sejarahnya.
Sosok unik Lee Kuan Yew
Meminta agar rumah pribadinya dibongkar setelah kematiannya sepertinya merupakan permintaan yang tidak biasa. Namun sepanjang hidupnya, terutama saat memimpin Singapura, PM yang juga berdarah Melayu dari ibunya ini punya gaya tersendiri. Misalnya, dia tidak suka menonton film. Sebuah buku lama berjudul “The Singapore Story from Raffles to Lee Kuan Yew” karya Noel Barber mengungkap hal tersebut.
Hobinya hanya bermain golf. Dia tidak merokok, tidak minum alkohol, tidak pernah menonton film dan tidak pernah mendengarkan musik.
Meski bersekolah di Cambridge, Inggris, ia suka merokok dan minum alkohol. Namun saat masuk kerajaan, ia diharuskan dalam keadaan sehat agar rokok dan alkohol tidak lagi dikonsumsi. Di sisi lain, ia rela membawa termos teh kemana-mana.
Dari segi penampilan, Lee hanya menyukai kemeja putih lengan pendek. Itulah yang dia minta dilakukan asistennya. Namun terlepas dari gaya dan sosoknya yang unik, Lee berhasil mengubah Singapura dari desa nelayan menjadi kota besar.
Lupakan beda identitas, ingat Singapura dan bekerja sama. Kalau tidak mau, silakan keluar, ujarnya.
(membaca)

