Site icon Pahami

Berita Siapa Milisi Houthi yang Berani Serang Israel sampai Kelimpungan?


Jakarta, Pahami.id

Milisi Houthi Yaman kembali menjadi sorotan setelah terlibat serangan gabungan dengan Israel dalam waktu dekat.

Israel bahkan dibingungkan dengan serangan drone Houthi yang mampu menembus pertahanan hingga menghantam ibu kota Tel Aviv pada Jumat (19/7).


Serangan pesawat tak berawak di Tel Aviv menewaskan satu orang dan melukai 10 orang. Pejabat militer Israel mengatakan, pesawat tak berawak itu sebenarnya terdeteksi oleh sistem pertahanan udara Israel.

Namun drone tidak diblokir dan terdeteksi sebagai kesalahan manusia. Tidak ada sirene yang aktif juga. Meski drone tersebut dipersenjatai hulu ledak dan menabrak sebuah gedung apartemen

Menanggapi serangan tersebut, Israel pun tak tinggal diam. Keesokan harinya, Sabtu (20/7), Israel menyerang depot penyimpanan bahan bakar dan pembangkit energi di kota pelabuhan Hodeidah, Yaman.

Serangan itu memicu kebakaran besar dan pemadaman listrik di daerah tersebut. Juru bicara militer Israel Daniel Hagari membenarkan bahwa tentaranya berada di balik serangan di Yaman. Dia mengatakan serangan itu menargetkan markas militer di Hodeidah.

“(Serangan tersebut menyasar) sasaran militer rezim teroris Houthi di kawasan pelabuhan Hodeidah di Yaman sebagai respons atas ratusan serangan terhadap Israel dalam beberapa bulan terakhir,” kata Daniel Hagari, dikutip Al Jazeera, Sabtu (20/7). .

Lantas siapakah milisi Houthi yang berani menyerang Israel?

Menurut laporan Waktu New York, Houthi adalah kelompok pemberontak Syiah yang didukung oleh Iran. Gerakan Islam bersenjata politik ini muncul di Yaman utara pada tahun 1990an.

Awalnya mereka didirikan untuk membina Zaydi Youth, sebuah organisasi Syiah di kalangan anak muda. Pemimpin Houthi saat itu, Hussein Badr Al Din Al Houthi, menawarkan layanan pendidikan, kesejahteraan sosial, dan persaudaraan.

Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari pemerintah Yaman. Namun seiring berjalannya waktu, banyak protes yang dilakukan jaringan Houthi terhadap Presiden Ali Abdullah Saleh.

Akibatnya, hubungan antara Houthi dan pemerintah menghangat. Apalagi setelah Saleh mendukung program “Perang Melawan Teror” AS dan invasi Amerika ke Irak pada tahun 2003.

Keputusan Presiden Saleh dianggap meniadakan hak-hak masyarakat Zaid dan mengancam tradisi Houthi.

Sejak itu, pemerintah Yaman menyatakan perang terhadap Houthi dan melanjutkan upaya untuk menangkap dan membunuh para pemimpin Houthi. Hussein al-Houthi akhirnya dibunuh oleh pemerintah Yaman.

Dilansir dari Britannica, karena masih berlangsungnya pemberontakan bersenjata melawan pemerintah Yaman, mereka menjadi sorotan sejak tahun 2004.

Konflik bersenjata di Yaman kembali meletus bersamaan dengan Arab Spring Wave pada akhir tahun 2010. Arab Spring Wave diawali dari ketidakpuasan masyarakat negara-negara Arab terhadap pemerintahnya.

Hingga tahun 2014, pemberontak Houthi kembali memperbaiki hubungan dengan mantan Presiden Ali Abdullah Saleh dengan terus melancarkan pemberontakan melawan rezim yang berkuasa. Saat itu, Yaman dipimpin oleh Presiden Abdrabbuh Mansur Hadi.

Sekitar akhir tahun 2014, Houthi melancarkan “kudeta” terhadap rezim Mansur Hadi dan menduduki ibu kota Sanaa dengan bantuan Saleh dan rakyatnya.

Peristiwa ini merupakan peristiwa penting di awal perang saudara di Yaman yang masih berlanjut hingga saat ini dan telah memakan korban jiwa sedikitnya lebih dari 370 ribu orang.

Kelompok Houthi masih menduduki ibu kota dan mengklaim sebagai pemerintah yang berkuasa di Yaman. Mereka juga masih memerangi pasukan Yaman yang dibantu koalisi Arab Saudi.

Kelompok Houthi menguasai sebagian besar wilayah utara dan pusat populasi utama lainnya di Yaman. Sementara itu, pemerintahan yang diakui secara internasional bermarkas di Aden.

(rds/rds)



Exit mobile version