Jakarta, Pahami.id –
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas Ham) menyatakan amandemen Pasal 47 paragraf 2 dalam tinjauan hukum (Tagihan) TNI tentang perluasan posisi publik untuk militer aktif yang berisiko menghidupkan kembali dwifunction.
“Amandemen Pasal 47 Paragraf 2 berisiko menghidupkan kembali praktik TNI yang bertentangan dengan keputusan MPR Number VII/MPR/2000 tentang peran TNI dan peran polisi Indonesia dan prinsip -prinsip supremasi publik di negara demokratis,
Komnas Ham, kata Anis, mengatakan ada perubahan yang memungkinkan tentara TNI untuk secara aktif diduduki di lusinan lembaga publik. Dia mengatakan presiden juga memiliki potensi untuk meningkatkan ruang untuk pemukiman militer TNI aktif di lembaga atau kementerian lain.
“Namun, dalam pengembangan diskusi saat ini tentang RUU TNI, Komnas Ham menyatakan bahwa ada perubahan yang memungkinkan Tentara TNI untuk secara aktif menduduki 16 kementerian atau lembaga publik.
Dari penelitian yang dilakukan sejak tahun 2024, ANIS melanjutkan, Komnas Ham juga menyoroti perluasan usia pensiun militer TNI. Menurutnya, alokasi ini memiliki potensi untuk menyebabkan pengelolaan lingkungan organisasi TNI menjadi secara politis.
“Perubahan yang diusulkan dalam Pasal 53 yang meningkatkan batas usia pensiun militer aktif telah menyebabkan penurunan regenerasi kepemimpinan, ketidakefisienan dan pembentukan staf tanpa kejelasan penempatan tugas,” kata Anis.
“Aturan Pasal 53 paragraf 2 dan paragraf 4 dari perubahan yang diusulkan ini akan membuat manajemen posisi dalam lingkungan organisasi TNI dan memperlambat generasi di TNI,” tambahnya.
Anis kemudian merujuk pada jaminan kesejahteraan tentara yang tidak perlu diisi dengan perpanjangan usia pensiun militer TNI.
“Selain itu, alasan jaminan kesejahteraan para prajurit tidak dapat dijawab semata -mata oleh perpanjangan usia pensiun prajurit aktif tetapi dengan memperkuat jaminan kesejahteraan lebih komprehensif daripada gaji dan tunjangan lainnya,” katanya.
Selain materi, ANIS mengkritik proses hukum dalam DPR yang bertentangan dengan prinsip pembentukan hukum karena tidak membuka ruang yang bermakna untuk berpartisipasi.
Atas dasar itu, Komnas Ham memberikan empat saran. Evaluasi implementasi UU 34/2004 secara keseluruhan. Pemerintah perlu melakukan audit komprehensif tentang implementasi undang -undang TNI dan efektivitas peran TNI dalam sistem pertahanan negara sebelum mengusulkan perubahan peraturan.
Menjamin paragraf publik yang berarti dalam proses hukum. Organisasi RUU tersebut harus dilakukan secara transparan dan inklusif dengan melibatkan akademisi, masyarakat sipil, dan masyarakat dengan dampak langsung atas dasar ini.
Mencegah pengembalian TNI dwifunction. Tinjauan undang -undang TNI dikatakan harus memperkuat peran TNI profesional di sektor keamanan dan memperkuat supremasi publik.
Tinjauan ekstensi usia pensiun. Proposal untuk Perluasan Periode Layanan Layanan harus mempertimbangkan struktur organisasi TNI, generasi kepemimpinan, untuk kesejahteraan dan profesionalisme TNI dan efisiensi anggaran pertahanan.
Dibawa ke pleno besok
Komisi Dewan Perwakilan Rakyat dengan Pemerintah setuju bahwa RUU TNI dibawa ke pertemuan pleno DPR besok, Kamis (3/20).
“Hasil dari pertemuan kemarin diputuskan pada Tahap I, jadi RUU TNI selesai, itu hanya diambil pada Fase II, yang akan dibaca dalam pleno bahwa Tuhan siap untuk besok,” kata Wakil Ketua Komisi Perwakilan I Dave Laksono di MPR/DPR/DPR/DPR/DPR/DPR/DPR/DPR/DPR/DPR/DPR/DPR/DPR/DPR/DPR/DPR/DPR/DPR/DPR/DPR/DPR/DPR/DPR,
Dave mengatakan partainya masih menunggu undangan dan keputusan dari Dewan Diskusi (BAMUS) pada kegiatan pertemuan pleno besok. Akibatnya, katanya, penutupan periode istirahat akan diadakan pada hari Selasa (3/25).
“Tetapi ketika saya belum menerima undangan itu, hanya menunggu keputusan Bamus untuk memutuskan apakah pertemuan itu besok dan jam berapa,” katanya.
“Namun, jadwal terbaru adalah pleno akan diadakan besok untuk keputusan Fase II,” katanya.
(Ryn/fea)