Site icon Pahami

Berita Ragam Respons Warga Lokal Sikapi Ketiadaan Pilgub di DIY


Yogyakarta, Pahami.id

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menjadi satu-satunya daerah di Indonesia yang tidak menyelenggarakan pemilihan gubernur (Pilgub) pada acara tersebut. Pilkada Serentak 2024.

Hal ini merupakan konsekuensi dari otonomi khusus yang dimiliki Yogyakarta sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Pasal 18 huruf c UU tersebut menyebutkan syarat untuk menjadi Calon Gubernur di Yogyakarta adalah memerintah sebagai Sultan Hamengku Buwono atau Raja Keraton Jogja.


Meski ada aturan mengenai keistimewaan DIY, beberapa warga menyatakan ketidaknyamanannya melihat provinsi lain menyelenggarakan pemilihan gubernur.

Salah satunya Baharuddin (43), warga Sleman. Sejak menjadi warga DIY pada tahun 1998, ia belum pernah sekalipun menggunakan hak pilihnya pada pemilihan gubernur.

Iri tentu saja. Kayak lima kali belum terjadi pemilihan gubernur, padahal di tanah air saya ada seluruh provinsi Sulawesi, padahal di sana juga ada pemerintahan Kerajaan Bone, kata Baharuddin saat dihubungi. , Jumat.

Meski sadar hal itu merupakan akibat dari aturan dalam UU Keistimewaan, namun demi memenuhi prinsip demokrasi, ia berharap UU tersebut dapat direvisi di kemudian hari.

Sementara Lukas N (32), warga Kalasan, Sleman, DIY, mengaku menghormati kedudukan hukum daerah tempat tinggalnya berdasarkan hak asal usul dan sejarah.

“Kami sangat menghargai otonomi Yogyakarta, kami dipimpin oleh seorang sultan. Namun, menurut saya, tantangan di era Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan putranya yang kini menjadi gubernur, Sri Sultan Hamengku X pasti berbeda,” katanya.

Dosen salah satu perguruan tinggi di Sleman ini tak memungkiri keinginan hatinya untuk melakukan perubahan di wilayah DIY, khususnya di era demokrasi ini agar lebih siap menghadapi penuh warna tantangan era saat ini.

Namun keinginan hatinya itu juga dibarengi dengan kekhawatiran bahwa tidak ada orang lain yang pantas memimpin DIY selain ‘Baka Sri Sultan Hamengku Buwono’.

“Kalau kita lihat lagi politik di Indonesia, saya juga ragu apakah ada calon yang lebih baik. Maksud saya, karena kalau kita melihat sejarah panjang keraton, mereka (keluarga Sultan) adalah orang-orang terpelajar, mereka tahu betul seluk-beluknya. dan luar Yogya, termasuk dari segi sejarah,” ujarnya.

“Saya memang ingin mengubah suasana, tapi saya juga khawatir ada warga non Yogya yang tidak paham (DIY), tapi terpaksa saya lakukan,” lanjutnya.

Sementara itu, sosok yang akrab disapa Babeh (53), warga asli Kalibawang, Kulon Progo ini sebenarnya mengaku tak peduli sudah lebih dari setengah abad tinggal di DIY, namun ia belum pernah merasakan pengalaman tersebut. menjadi seorang gubernur. pemilihan.

Perhatiannya hanya sebatas pilkades karena masih dalam ruang lingkup sosialisasinya.

“Sisanya serahkan pada pemilihan gubernur, saya ikuti saja aturannya. Saya ikut pilkada saja karena masih dekat, tapi untuk kepala desa, camat sampai bupati, gubernur, presiden, itu tidak ada pengaruhnya bagi saya, saya masih orang kecil yang berjuang sendirian seperti ini ,” kata penjaga kantin di salah satu kampus

(anak/anak-anak)


Exit mobile version