Medan, Pahami.id —
Puluhan mahasiswa Aliansi Mahasiswa Sumut melakukannya perakitan di Gedung DPRD Sumut, Senin (30/12). Mereka menolak kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (TONG) 12 persen.
Mulanya masyarakat berorasi di depan Gedung DPRD Sumut sambil membentangkan spanduk penolakan PPN 12 persen. Spanduk itu bertuliskan “Pajak Dinaikkan, Koruptor Diampuni, dan Pejabat Dilimpahi”.
Setelah itu, masyarakat menolak masuk ke gedung DPRD Sumut dengan mendobrak pintu gerbang. Mereka menduduki Ruang Rapat Paripurna DPRD Sumut. Ruangan tampak kosong, polisi di lokasi tampak menjaganya.
“Hari ini kami menandatangani DPRD Sumut. Kami meminta pemerintah melakukan peninjauan kembali, melalui proses yang transparan dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan untuk memastikan kebijakan perpajakan yang adil dan tidak membebani masyarakat,” kata Koordinator Aksi, Khairul Fahmi .
Massa kemudian kembali berorasi menolak kenaikan PPN 12 persen. Wakil DPRD Sumut Salman Al Farisi sempat menemui pengunjuk rasa, namun mereka menolak. Mereka meminta seluruh suku datang berdiskusi bersama mereka soal kenaikan PPN 12 persen.
Kami ingin semua anggota suku bertemu dengan kami. Mereka ini wakil rakyat, mereka tidak bisa mengabaikan penderitaan rakyat,” kata Khairul Fahmi.
Dalam kesempatan itu, Khairul mengatakan masyarakat datang untuk mendesak Presiden RI Prabowo Subianto agar segera membatalkan kebijakan PPN 12 persen.
Oleh karena itu, kami meminta Presiden membatalkan manfaat PPN sebesar 12 persen. Hal ini untuk melindungi kepentingan masyarakat kecil dan mendukung pemulihan perekonomian nasional, tegas Khairul.
Masyarakat juga menekankan pentingnya peraturan pemerintah dibandingkan undang-undang atau Perpu untuk membatalkan penerapan PPN 12 persen.
“Kami juga meminta pemerintah fokus pada peningkatan penerimaan negara melalui langkah-langkah yang lebih progresif seperti optimalisasi pajak dan sektor-sektor yang selama ini belum berkembang dengan baik, daripada membebani masyarakat kecil,” ujarnya.
Sementara itu, Sekretaris DPRD Sumut Zulkifli mengatakan mahasiswa menolak kehadiran Wakil Ketua DPRD Sumut Salman Al Farisi dan dua anggota Komisi A DPRD Sumut. Karena mereka ingin semua suku yang hadir berdiskusi dengan mereka.
“Pimpinan DPRD bisa dikatakan meskipun bersifat kolektif kolegial, namun sudah mewakili seluruh anggota DPRD. Kemudian piket yang menerima aspirasi tersebut ditetapkan menjadi Komisi A. Kami sudah hadir, namun saudara-saudara belum menerimanya,” jelasnya.
Usai berpidato sekitar 3 jam di ruang rapat paripurna DPRD Sumut, massa aksi membubarkan diri sekitar pukul 17.30 WIB dengan tertib.
(fnr/tidak)