Site icon Pahami

Berita Presiden Yoon Suk Yeol Mangkir Lagi dari Panggilan KPK Korsel


Jakarta, Pahami.id

presiden yang dimakzulkan, Yoon Suk Yeol, kembali absen dalam gugatan tim investigasi gabungan atas deklarasi darurat militer yang menyebabkan kerusuhan politik di Korea Selatan di masa lalu.

Yoon tidak hadir di Kantor Investigasi Korupsi untuk Pejabat Senior (CIO) di Gwacheon, Rabu (25/12), sesuai permintaan hingga pukul 10.00 waktu Seoul.


Seruan tersebut merupakan bagian dari investasi bersama dalam darurat militer yang gagal pada 3 Desember dan menyebabkan kekacauan politik di Korea Selatan.

Ketidakhadiran Yoon merupakan kali kedua mantan jaksa agung tersebut melakukannya setelah 17 Desember 2024. Yoon menghadapi dakwaan menjadi pemimpin pemberontakan dan penyalahgunaan kekuasaan melalui penerapan darurat militer.

Tim investigasi gabungan yang terdiri dari CIO, kepolisian, dan unit investigasi Kementerian Pertahanan kemudian dibentuk untuk menyelidiki drama keputusan tersebut.

Setelah diabaikan oleh Yoon, katanya YonhapCIO berencana menunggu kemungkinan kemunculan Yoon di kemudian hari.

Pada 24 Desember, pengacara Yoon Seok Dong-hyeon mengatakan kliennya memprioritaskan proses pemakzulan di Mahkamah Konstitusi. Yoon juga disebut-sebut berencana mengeluarkan pernyataan terkait posisinya dalam persidangan setelah Hari Natal.

Presiden Yoon Suk Yeol sebelumnya dituduh menyalahgunakan kekuasaannya sebagai presiden untuk menerapkan darurat militer. Ia juga dituduh mengerahkan tentara untuk menyerbu Majelis Nasional Korea Selatan dan menangkap beberapa tokoh penting di parlemen.

Gerakan Yoon sebenarnya berbalas. Penentangan besar-besaran dari masyarakat dan partai oposisi mendesaknya untuk mencabut darurat militer.

Selain itu, Majelis Nasional Korea Selatan mengesahkan mosi pemakzulan. Mosi tersebut didukung oleh 204 dari 300 anggota Majelis Nasional Korea Selatan. Dukungan terhadap pemakzulan juga datang dari PPP. Selain itu, ada 85 orang yang menolak, 3 abstain, dan 8 suara tidak sah. Penuntutan Yoon berlanjut ke Mahkamah Konstitusi (MK).

(Tim/final)



Exit mobile version