Jakarta, Pahami.id —
Anggota Komisi X DPR dari Fraksi PDIPSofyan Tan mengkritisi wacana perubahan kurikulum mandiri yang sedang berlaku.
Sofyan mengingatkan, perubahan kurikulum akan berdampak pada berbagai infrastruktur layanan pendidikan, khususnya infrastruktur sumber daya manusia (SDM). Hal ini termasuk dampaknya terhadap 3.328.000 guru.
“Perubahan kurikulum akan berdampak pada lebih dari 3 juta guru. Sayangnya mereka harus kembali belajar dan beradaptasi dengan kurikulum baru. Padahal kemarin mereka mengalami kesulitan,” kata Sofyan dalam keterangannya, Jumat (8/8). 11).
Sofyan menilai perlu banyak upaya untuk melakukan perubahan kurikulum seiring dengan setiap perubahan rezim pemerintahan.
Di Komisi DPR
Menurut Sofyan, pemerintah hanya perlu melakukan penyesuaian terhadap kebijakan kurikulum yang sudah berlaku. Upaya ini dilakukan agar kurikulum tidak diubah secara menyeluruh.
“Menyesuaikan Hanya. Hal-hal baik harus dilanjutkan atau dilanjutkan. Yang masih belum diperbaiki. “Saya yakin perubahan itu penting, namun bukan berarti harus terus melakukan perubahan karena dampaknya sangat signifikan,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia khawatir perubahan kurikulum hanya akan memperparah kesenjangan pendidikan siswa. Sebab, tidak semua sekolah siap menghadapi perubahan besar.
Menurutnya, perubahan kurikulum baru juga dapat mempengaruhi psikologi siswa. Oleh karena itu, dia mendorong pemerintah untuk tidak melakukan perubahan pada kurikulum mandiri.
“Daripada mengubah kurikulum, anggaran lebih baik digunakan untuk peningkatan mutu layanan pendidikan. Seperti perbaikan sarana/prasarana pendidikan di daerah yang masih jauh dari memadai. Masih banyak kita temukan sekolah yang kekurangan kursi. , atapnya sering bocor dan sebagainya,” ujarnya.
Menteri Pendidikan Dasar Abdul Mu’ti sebelumnya menyatakan akan mengkaji ulang penerapan Kurikulum Kemandirian yang ada saat ini. Hal itu diungkapkannya usai menggelar acara serah terima bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan 2019-2024 Nadiem Makarim di Kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Senin (21/10).
Mu’ti mengatakan Kurikulum Merdeka masih tergolong baru. Meski dinyatakan harus diterapkan secara nasional, namun menurutnya praktis tidak semua sekolah menerapkannya.
Jadi kita lihat saja, kita tidak akan terburu-buru mengambil kebijakan. Toh saat ini masih terjadi polemik di masyarakat, ujarnya.
(thr/fr)