Site icon Pahami

Berita Poin-poin Kesepakatan dalam Pembahasan RUU Haji yang Resmi Diketok DPR

Berita Poin-poin Kesepakatan dalam Pembahasan RUU Haji yang Resmi Diketok DPR


Jakarta, Pahami.id

Menteri Hukum Supratman andi agtas menjelaskan beberapa perjanjian yang dicapai dalam rancangan diskusi tentang amandemen ketiga hukum nomor 8 pada 2019 tentang implementasi haji dan umrah atau Haji Bill.

“Izinkan kami untuk menyampaikan beberapa hal yang telah disepakati dalam diskusi tentang RUU ini,” kata Supartman dalam pendapat presiden akhir tentang RUU HAJ dan UMRAH pada pertemuan pleno ke-4 Parlemen Indonesia pada hari Selasa.

Pertama, penguatan lembaga dari Badan Pengorganisasian Haji (BP) adalah kementerian yang mengorganisir sub -haji dan pemerintah Umrah sebagai penyelenggara dan bertanggung jawab atas implementasi ziarah dan umrah.


Kedua, waspadai ekosistem haji dan umrah melalui pembentukan unit kerja dan pola manajemen keuangan dari lembaga layanan publik, serta kerja sama dengan partai -partai yang relevan.

Ketiga, urutan kuota ziarah untuk jemaat yang dipisahkan dari kuota haji Indonesia.

Selanjutnya, jelaskan pria, penambahan kuota ziarah tambahan; Mengatur penggunaan kuota yang tersisa; Pengawasan implementasi peziarah khusus yang menerima visa non -kuota.

Kemudian, aturan tanggung jawab menumbuhkan ziarah dan kesehatan jemaat, mekanisme transisi setelah perubahan dalam penyelenggara haji menjadi kementerian.

“Sembilan, penggunaan sistem informasi kementerian dalam mengatur haji dan umrah,” katanya.

Supratman menekankan bahwa implementasi ziarah dan umrah adalah hak Muslim Indonesia untuk beribadah dan menjadi tanggung jawab negara, yang implementasinya dijamin sebagai mandat Republik Indonesia 1945.

“Tanggung jawab negara untuk memenuhi hak untuk memenuhi ziarah dan umrah sebagai hak asasi manusia direalisasikan dengan memberikan bimbingan, layanan, dan perlindungan bagi orang Indonesia yang melakukan ziarah dan umrah untuk aman, nyaman, secara berurutan, dan sesuai dengan ketentuan Syariah,” katanya.

Karena alasan ini, ia mengatakan bahwa perlu untuk meningkatkan dan meningkatkan nomor 8 2019 tentang implementasi haji (hukum haji) yang telah diubah beberapa kali sehingga implementasi ziarah dan umrah dapat dilakukan dengan aman, nyaman, lancar, dan sejalan dengan alokasi Syariah untuk minat maksimal dan maksimal.

Karena, katanya, ziarah dalam implementasinya masih tidak dapat memenuhi persyaratan hukum, serta pengembangan kebijakan ziarah dan umrah dari pemerintah kerajaan Saudi.

Selain itu, ia mengatakan masih ada beberapa kelemahan dalam implementasi ziarah dan umrah, termasuk, pemerintah Indonesia tidak optimal dalam penggunaan kuota haji dan ziarah tambahan dari pemerintah Saudi.

Kemudian, tidak lagi panduan optimal untuk jemaat dan jemaat tahun ini selama pesanan berikutnya.

Selain itu, kurangnya perlindungan dan pengawasan implementasi peziarah Indonesia yang menerima undangan non -kuota dari pemerintah Saudi.

Selain itu, tidak ada mekanisme untuk diskusi perubahan biaya untuk mengatur ziarah jika terjadi peningkatan biaya ziarah.

“Tidak ada aturan tentang sistem informasi haji melalui sistem informasi kementerian, serta kepergian ziarah dan ziarah secara mandiri,” katanya.

Mengamati hal di atas, Supratman juga menyampaikan persetujuan Presiden Republik Indonesia kepada RUU HAJJ untuk disetujui sebagai hukum.

“Presiden setuju dengan rancangan undang -undang tentang Amandemen Ketiga untuk undang -undang ke -8 2019 tentang implementasi ziarah dan umrah yang akan disahkan ke dalam undang -undang,” katanya.

Pertemuan pleno ke-4 Parlemen Indonesia untuk sesi pertama sesi 2025-2026 akhirnya menyetujui rancangan RUU dalam Amandemen Ketiga untuk Hukum 8 tahun 2019 tentang implementasi Haji dan Umrah ke dalam undang-undang, yang kontennya membentuk Kementerian Haji dan Umrah.

“Rancangan undang -undang tentang implementasi haji dan ibadah Umrah dapat disahkan ke dalam undang -undang,” kata Wakil Ketua Parlemen Indonesia Cucun Ahmad Syamsurizal di kompleks parlemen, Jakarta pada hari Selasa, dijawab oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

(Antara/gil)


Exit mobile version