Site icon Pahami

Berita Persepi Ogah Minta Maaf Usai Ungkap Perbedaan Hasil Survei Poltracking


Jakarta, Pahami.id

Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia (Sendiri) menolak meminta maaf setelah menjatuhkan sanksi dan mengkaji hasil survei pelacakan pol mengenai kelayakan kandidat Pemilihan Gubernur Jakarta 2024.

Ketua Persepi Philips J Vermonte menjelaskan, hasil pemeriksaan dewan etik Poltracking Persepi sudah jelas sehingga tidak perlu meminta maaf.

“Bagaimana menurut teman-teman, dengan penjelasan itu? Cukup ya? Yasudah. ​​Nanti tulis saja. Saya kira sudah cukup jelas. Ya tidak (maaf),” ujarnya kepada wartawan di Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Sabtu (9/11).


Philips menjelaskan, hasil pemeriksaan dewan etik Persepi bukan untuk menjawab benar atau salahnya survei yang dilakukan Poltracking, melainkan untuk membuktikan apakah survei tersebut dilakukan sesuai prosedur atau tidak.

Philips mengatakan, anggota dewan etik Persepi adalah Asep Saefuddin sebagai ketua, kemudian Hamdi Muluk, dan Saiful Mujani sebagai anggota. Mereka mengkaji hasil survei Poltracking dan Lembaga Survei Indonesia (LSI) karena berbeda pendapat mengenai elektabilitas calon pada Pilgub DKI 2024.

Survei Poltracking melaporkan paslon Ridwan Kamil-Suswono unggul, sedangkan LSI menyatakan Pramono Anung-Rano Karno meraih elektabilitas tertinggi.

Hasil survei LSI yang diumumkan Rabu (23/10) menunjukkan Pramono-Rano meraih elektabilitas 41,6 persen. Disusul Ridwan Kamil-Suswono di posisi kedua dengan 37,4 persen dan Dharma-Kun di posisi paling mematikan dengan 6,6 persen.

Sehari setelahnya, Poltracking Indonesia mencatat keunggulan pasangan nomor satu Ridwan Kamil-Suswono dengan keunggulan elektabilitas 51,6 persen, Pramono Anung-Rano Karno 36,4 persen, dan Dharma Pongrekun-Kun Wardhana 3,9 persen.

Philips menjelaskan, dewan etik Perception tidak menemukan adanya kejanggalan atau pelanggaran prosedur terkait metode survei yang dilakukan LSI. Data mentah dari 1.200 responden yang diambil oleh LSI dalam bentuk kuesioner tercetak telah ditinjau oleh dewan etik dan dianggap valid.

“Dari data acak yang kita minta, saat itu 10 persen dari 1200 (responden), baik datasetnya rapi, data mentahnya rapi, tidak ada penyimpangan,” kata Philip.

Lalu bagaimana dengan hasil pemeriksaan dewan etik Persepi Poltracking?

Philip menjelaskan, pemeriksaan dewan etik terhadap survei yang dilakukan Poltracking menemukan beberapa kejanggalan.

Faktanya, Poltracking memberikan dua data berbeda kepada dewan etik, yakni pada 29 Oktober dan 3 November. Kedua kumpulan data tersebut sama-sama memiliki 2.000 responden, namun terdapat banyak anomali.

Dia menjelaskan, Poltracking mengambil data survei dari masyarakat dengan cara acak di beberapa wilayah di Jakarta, kemudian memasukkannya ke server melalui perangkat yang disediakan kepada petugas pendataan atau enumerator.

Berdasarkan data yang diminta dewan etik Persepi per 29 Oktober 2024, setelah dilakukan peninjauan, hanya ada 1.618 responden yang bisa dikonfirmasi. Bahkan, kata Philip, Poltracking mengungkapkan kepada masyarakat bahwa hasil survei tersebut diambil dari 2.000 responden.

“Dari 2.000 data responden yang disampaikan ke publik, sebenarnya dari data yang dikirimkan sendiri oleh teman-teman Polracking kepada kami, ada 1.618 data yang valid,” ujarnya.

Kemudian, kata Philip, dari 2.000 data yang telah diverifikasi dewan etik, ada beberapa aspek dan pertanyaan yang belum diisi pada kolom pertanyaan. Dewan Etik Persepi juga menemukan adanya duplikasi data yang dikumpulkan Poltracking dari masyarakat di Jakarta, antara lain nomor urut kuesioner dan nama responden.

“Tadi saya sudah cerita tentang kuisioner, kalau targetnya 2.000 responden, maka 2.000 kuisioner itu akan diberi nomor, nomor 1, nomor 2, nomor 3, sehingga bisa dilihat saat dimasukkan. Nah, banyak duplikasi kuesioner,” ujarnya.

Philip melanjutkan, pada 3 November 2024 Poltracking kembali memberikan data mentah dari 2.000 responden. Kemudian, hasil verifikasi yang dilakukan dewan etik Persepi menyatakan tidak ada tumpang tindih data, namun data kedua tidak memuat data pribadi responden seperti RT, RW, status, dan berat badan.

Dengan demikian, kata Philip, hasil survei yang dilakukan Poltracking terkait Pilgub Jakarta 2024 tidak terkonfirmasi.

Alhasil, dewan etik merasa bahwa hasilnya sebenarnya adalah data yang tidak bisa diverifikasi. Dewan etik tidak pernah mengatakan ini data yang salah. Kami bilang ‘datanya tidak bisa kami verifikasi, sulit dipastikan keabsahannya’, kata Philips. .

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia, Hanta Yuda meminta Persepi meminta maaf kepada masyarakat karena telah mencemarkan nama baik Poltracking.

Saya berharap (Persepi) meminta maaf kepada masyarakat karena telah merugikan kami terutama nama baik kami, kata Hanta, dikutip dari di antaraSabtu (11/9).

Hanta menjelaskan, seluruh sistem survei Poltracking sudah terdigitalisasi, hal ini mungkin menjadi salah satu penyebab Persepi tidak bisa mengecek atau memverifikasi kedua data yang diberikan Poltracking.

“Mungkin ada kesalahan atau ketidakmampuan pihak yang ingin memeriksa, memastikan, tidak bisa mendalami, atau enggan, atau tidak bisa, lalu terburu-buru mengambil keputusan,” ujarnya.

(bisa/tidak bisa)

Exit mobile version