Daftar isi
Jakarta, Pahami.id —
Pada abad 21 ini peperangan masih terjadi di negara lain dan dilakukan oleh negara maju hingga berlumuran darah.
Duka akibat perang akan menjadi duka umat manusia di tahun 2023. Ribuan orang tewas, anak-anak menjadi yatim piatu, rumah-rumah hancur, rumah sakit hancur, dan bantuan kemanusiaan yang diberikan hanya segelintir.
Berikut rangkuman beberapa peperangan yang akan terjadi di dunia sepanjang tahun 2023.
Invasi Israel ke Palestina
Israel melancarkan invasi ke Palestina pada 7 Oktober. Operasi tersebut merupakan respons terhadap serangan mendadak Hamas di Israel selatan.
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu bahkan menyatakan perang terhadap Hamas dan bersumpah untuk menghancurkan kelompok tersebut.
Sepanjang invasi, Israel menyerang warga sipil dan objek sipil seperti rumah sakit dan kamp pengungsi.
Hingga 22 Desember, jumlah korban tewas akibat serangan tersebut mencapai lebih dari 20.000 orang.
Komunitas internasional kemudian menyerukan agar gencatan senjata kembali dilaksanakan, namun hingga saat ini belum terlaksana.
Tanda-tanda gencatan senjata mulai memudar ketika Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) terus-menerus berdebat untuk mengeluarkan resolusi mengenai Gaza, sementara serangan Israel semakin meningkat.
Mereka mengesahkan resolusi bantuan gencatan senjata pada November lalu, ketika Tiongkok menjabat sebagai presiden DK PBB.
Pada bulan yang sama, Hamas dan Israel menyetujui gencatan senjata pada 24 November. Perjanjian ini diperpanjang dua kali hingga berakhir pada 30 November.
Kesepakatan itu mencakup penghentian pertempuran, lebih banyak bantuan kemanusiaan yang masuk, dan pertukaran tahanan.
Tak lama setelah serangan mendadak Hamas, kelompok tersebut menyandera Israel dan negara lain. Sementara di Israel, terdapat ribuan tahanan Palestina.
Melalui gencatan senjata pertama, sekitar 100 sandera Hamas dibebaskan, sementara 250 tahanan Palestina dibebaskan dari Israel.
Setelah gencatan senjata berakhir, Israel menghancurkan Gaza dan Tepi Barat sepenuhnya.
Perang di Nagorno-Karabakh
Nagorno-Karabakh kembali memanas pada September lalu.
Saat itu, Azerbaijan melancarkan operasi militer untuk mengusir etnis Armenia dan memulihkan tatanan konstitusional Republik Azerbaijan.
Armenia kemudian membalas serangan tersebut. Beberapa orang percaya bahwa konflik ini dapat menyebabkan perang.
Nagorno-Karabakh diakui secara internasional sebagai bagian dari Azerbaijan. Namun, sebagian penduduk di wilayah tersebut adalah etnis Armenia.
Wilayah ini juga menjadi sasaran konflik antara Azerbaijan dan Armenia selama beberapa dekade.
Akibat operasi militer Azerbaijan di Nagorno-Karabakh, sedikitnya 200 orang dilaporkan tewas dan lebih dari 400 orang luka-luka.
Dalam konflik September lalu, Azerbaijan mengaku berhasil merebut kembali wilayah Nagorno-Karabakh yang telah dikuasai separatis Armenia selama puluhan tahun.
Tuduhan itu muncul setelah kelompok separatis Armenia setuju untuk meletakkan senjata menghadapi operasi militer Azerbaijan. Jatuhnya perlawanan separatis merupakan kemenangan Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev.
“Azerbaijan mendapatkan kembali kedaulatannya berkat keberhasilan operasi anti-teroris di Karabakh,” kata Aliyev dalam pidato yang disiarkan televisi.
Berdasarkan perjanjian gencatan senjata yang ditengahi oleh Rusia, kelompok separatis Armenia setuju untuk membubarkan pasukan mereka sepenuhnya.
Pemerintah Armenia juga akan menarik pasukan dari wilayah tersebut.
Afrika ‘mengikuti’ kudeta
Niger menjadi sorotan setelah mengalami kudeta pekan lalu di bulan Agustus.
Pada bulan yang sama, tentara Gabon juga merebut kekuasaan Presiden Ali Bongo setelah memenangkan pemilihan umum (Pemilu).
Bongo memenangkan pemilu dengan 64,27 persen suara.
Tak lama setelah mendengar pengumuman dari Badan Pengawas Pemilu Gabon, elit militer berbicara atas nama “Komite Transisi dan Rehabilitasi Kelembagaan (CTRI)” untuk “mengakhiri rezim saat ini.”
CTRI menyatakan Gabon sedang mengalami krisis politik, ekonomi, dan sosial yang serius sehingga terpaksa membatalkan hasil pemilu karena dianggap tidak transparan, seperti dikutip Al Jazeera.
Kudeta tersebut kemudian memancing masyarakat untuk berpikir bahwa negara-negara di Afrika kerap dilanda kudeta. Sejak tahun 2010 telah terjadi lebih dari 40 kudeta dan upaya kudeta di Benua Hitam.
Dari jumlah tersebut, sekitar 20 terjadi di Afrika Barat dan Sahel. Selain itu, lebih dari 90 persen negara Afrika pernah mengalami kudeta, seperti dikutip The Conversation.
Pengamat hubungan internasional dari Universitas Indonesia, Sya’roni Rofii mengatakan, Afrika merupakan kawasan yang paling rentan.
Stabilitas di kawasan ini sulit karena tidak didukung oleh aktor-aktor yang berkomitmen terhadap persatuan bangsa, kata Sya’roni pada Agustus lalu.
Masalah korupsi di tingkat pemerintahan, kemiskinan yang meluas, dan disfungsi demokrasi menjadi faktor pendukung kudeta yang terjadi di Afrika.
Para pemimpin di negara-negara Afrika sebagian besar dipilih berdasarkan ikatan etnis dan keturunan penguasa sebelumnya. Demokrasi di kawasan ini tidak berkembang.
Perang Rusia-Ukraina
Rusia masih menginvasi Ukraina sejak Februari 2022.
Presiden Vladimir Putin mengatakan tujuan Rusia di Ukraina tidak berubah dan tidak akan ada perdamaian antara kedua negara sampai tujuan tersebut tercapai.
Pernyataan tersebut muncul saat Putin mengadakan konferensi pers tahunan pertamanya sejak invasi 14 Desember ke Ukraina.
Putin mengatakan perdamaian akan terwujud setelah “denazifikasi, demiliterisasi, dan status netral” Ukraina.
Rusia menuduh pemerintah Ukraina sangat dipengaruhi oleh kelompok “nasionalis radikal” dan neo-Nazi. Negara yang dipimpin oleh Volodymyr Zelensky juga ingin bergabung dengan NATO, sebuah langkah yang membahayakan Negara Beruang Merah.
Terkait demiliterisasi, lanjut Putin, ia mengklaim Ukraina enggan melakukan negosiasi.
“Jadi kita harus mengambil tindakan lain termasuk tindakan militer. Entah kita setuju atau kita harus menyelesaikannya [masalah ini] dengan kekerasan,” tambah Putin, dikutip Al Jazeera.
Beberapa pihak meyakini perang Rusia-Ukraina akan berlangsung lama.
Perang bisa berakhir jika kedua belah pihak sepakat untuk melakukan gencatan senjata, baik lelah maupun kehabisan amunisi, hingga Ukraina berhasil memukul mundur Rusia.
Namun opsi ini masih redup. Kedua belah pihak dapat mengadakan gencatan senjata jika mereka bersedia membahasnya dan Rusia atau Ukraina menolak.
Rusia juga bertekad untuk mempertahankan diri dan akan sangat malu jika Ukraina berhasil mengusir tentara Negara Beruang Merah.
(membaca)
[Gambas:Video CNN]
!function(f,b,e,v,n,t,s){if(f.fbq)return;n=f.fbq=function(){n.callMethod?
n.callMethod.apply(n,arguments):n.queue.push(arguments)};if(!f._fbq)f._fbq=n;
n.push=n;n.loaded=!0;n.version=’2.0′;n.queue=[];t=b.createElement(e);t.async=!0;
t.src=v;s=b.getElementsByTagName(e)[0];s.parentNode.insertBefore(t,s)}(window,
document,’script’,’//connect.facebook.net/en_US/fbevents.js’);
fbq(‘init’, ‘1047303935301449’);
fbq(‘track’, “PageView”);