Jakarta, Pahami.id —
Sejumlah warga Israel yang melarikan diri dan melarikan diri ketika negara mereka dan Hizbullah Saling serang, mereka tetap menolak pulang ke tanah air meski kedua belah pihak sepakat melakukan gencatan senjata pada Rabu (27/11) lalu.
Situasi yang relatif tenang sejak gencatan senjata disebut belum membuat mereka merasa aman. Rakhel Revach, salah satu pengungsi Israel, bahkan mengaku tidak akan kembali ke rumah jika keselamatan tidak sepenuhnya terjamin.
“Mengapa saya tidak kembali untuk tinggal di sini? Saya ingin kembali dengan selamat sepenuhnya,” ujarnya saat melakukan kunjungan singkat ke Israel untuk mengambil beberapa barang pribadi, seperti diberitakan Perancis 24 pada Minggu (1/12).
“Selama tidak ada pengamanan penuh dan saya masih mendengar ledakan dan melihat tentara, saya tidak mau pulang,” lanjutnya.
Revach adalah satu dari lebih dari 60 ribu warga Israel yang menolak pulang setelah gencatan senjata. Faktanya, hampir 900 ribu warga sipil lainnya yang mengungsi di Lebanon sudah bergegas pulang sejak kesepakatan antara Israel dan Hizbullah tercapai.
Warga berusia 57 tahun itu mengaku masih belum mau pulang karena tinggal di Kiryat Shmona, daerah yang terkena dampak parah perang Israel dan Hizbullah.
Serangan antara kedua belah pihak menyebabkan jendela pecah, tembok runtuh, dan berbagai kendaraan terbakar.
Di sisi lain, juru bicara pemerintah Kiryat Shmona Doron Shnaper juga mengatakan masih banyak warga yang belum kembali ke rumah. Warga disebut menolak pulang ke rumah sebelum perang dinyatakan usai.
Pasalnya, Kiryat Shmona sudah beberapa bulan ditetapkan sebagai zona militer tertutup sehingga sangat rentan menimbulkan korban jiwa jika dihuni warga sipil.
“Mereka tidak akan kembali sampai perang secara resmi dinyatakan berakhir,” kata Shnaper.
Perjanjian gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah Lebanon mulai berlaku pada 27 November, setelah dimediasi oleh Amerika Serikat dan Prancis.
Sebagai hasil dari perjanjian tersebut, pasukan Lebanon akan ditempatkan di sepanjang perbatasan selatan, yang kini juga diawasi oleh pasukan penjaga perdamaian PBB.
Selama gencatan senjata ini, pasukan Israel akan secara bertahap menarik diri dari Lebanon selatan selama 60 hari.
Sekretaris Jenderal Hizbullah Naim Qassem mengatakan dia akan bekerja sama dengan tentara Lebanon untuk menegakkan gencatan senjata yang disepakati kelompok milisi dengan Israel.
Dalam pidato pertamanya sejak gencatan senjata dimulai, Qassem meyakinkan tidak akan ada “masalah atau perselisihan” dengan tentara Lebanon.
“Koordinasi antara kelompok oposisi (Hizbullah) dan tentara Lebanon akan dilakukan pada tingkat tinggi untuk melaksanakan komitmen perjanjian,” kata Qassem.
“Kami akan bekerja sama untuk memperkuat kapasitas pertahanan Lebanon. Kami siap mencegah musuh (Israel) mengambil keuntungan dari kelemahan Lebanon,” lanjutnya, seperti diberitakan Al Jazeera.
(frl/pta)