Site icon Pahami

Berita Penasihat Hukum Ungkap 5 Poin Kejanggalan Vonis Tom Lembong

Berita Penasihat Hukum Ungkap 5 Poin Kejanggalan Vonis Tom Lembong

Jakarta, Pahami.id

Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong Alias Tom Lembong Sebagai terdakwa kasus ini Gula impor korupsi Memutuskan untuk mengajukan banding atas keputusan 4,5 penjara yang diturunkan oleh hakim Pengadilan Korupsi Jakarta.

Setidaknya ada lima poin yang disorot oleh tim penasihat hukum Tom tentang keputusan pengadilan pertama.

1. Tidak ada kedengkian

Penasihat hukum Tom, Ari Yusuf Amir, mengatakan keputusan hakim Pengadilan Korupsi Jakarta tidak mencerminkan secara rinci pertimbangan kejahatan atau laki -laki. Itu, katanya, menunjukkan penyalahgunaan, suka, dan keraguan panel hakim dalam menurunkan keputusan.


Ari menganggap panel hakim untuk menurunkan keputusan bebas karena keraguan dalam pertimbangannya (prinsip -prinsip di Dubio Pro Reo).

Ari mengatakan bahwa pertimbangan Mens Rea hanya diperoleh dari pernyataan saksi yang merujuk pada risalah pemeriksaan (BAP), bukan fakta persidangan. Dia mengatakan itu salah karena pernyataan saksi mengira bukti didengar dan disajikan selama persidangan.

“Kesaksian saksi yang digunakan sebagai dasar untuk berdiri dianggap tertinggi, itu tidak termasuk dalam bukti minimum sesuai dengan Pasal 183 KUHAP,” kata Ari di Jakarta pada hari Senin (7/21).

2. Tentang Evaluasi Dasar

Penasihat Hukum Tom juga mengkritik penilaian hakim untuk mempertanyakan tidak adanya dua bulan ketika ia pertama kali menjabat sebagai tindakan hukum dan hukum (PMH), dan tidak adanya tanggung jawab Tom sebagai Menteri Perdagangan Pemantauan Pasar.

Ari menekankan bahwa masalah ini bukanlah domain kliennya saat menjabat sebagai Menteri Perdagangan.

Terlepas dari dasar untuk pertimbangan ini, ARI yang sedang berlangsung, pada kenyataannya Kementerian Perdagangan melalui Direktorat Perdagangan Domestik melakukan pemantauan melalui koperasi kooperatif -kooperatif (Inkopkar) dan Perusahaan Perdagangan PT Indonesia (PT PPI).

“Bagaimana seseorang dapat dianggap sebagai tindakan kriminal karena ia tidak melakukan penilaian yang tidak perlu dalam 2 bulan pertama kantor? Kebijakan Presiden yang baru terpilih diukur dalam 100 hari kerja (3 bulan),” kata Ari.

3. Tentang Perhitungan CPCP

Ari mengatakan audit Badan Pengawas Keuangan dan Pengembangan (BPK) ditolak karena pada akhirnya apa yang menghitung kerugian finansial negara itu adalah panel juri.

Menurut hakim, total kerugian finansial negara dalam kegiatan impor gula adalah Rp194,71 miliar.

Jumlahnya jauh dari klaim Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang mengevaluasi kerugian finansial negara itu dalam kasus TOM senilai Rp515.408.740.970,36 (RP515 miliar) berdasarkan audit BPK.

Ari menambahkan panel peradilan yang dianggap dijelaskan Potensi kerugian Mengingat manfaat yang perlu diperoleh Bumn dalam kasus ini adalah PT PPI.

“Pasal 4 Hukum Bumn menyatakan bahwa kerugian Bumn bukanlah kerugian finansial nasional,” katanya.

Lanjutkan ke halaman berikutnya …



Exit mobile version