Jakarta, Pahami.id —
Pemerintah Nikaragua telah menutup 1.500 lembaga swadaya masyarakat (LSM) pada Senin (19/8).
Penutupan ini terjadi hanya beberapa hari setelah negara tersebut mengeluarkan peraturan yang mewajibkan organisasi non-pemerintah untuk bekerja secara eksklusif dalam “perjanjian kemitraan” dengan lembaga-lembaga negara.
“Mereka tidak memenuhi kewajiban mereka,” menurut resolusi Kementerian Dalam Negeri yang diterbitkan di surat kabar pemerintah Reuters.
Pemerintahan Daniel Ortega telah memenjarakan ratusan lawannya, baik yang nyata maupun yang dianggap sebagai lawannya, dan menutup ribuan LSM lainnya sejak protes terhadap rezimnya pada tahun 2018. Menurut laporan PBB, protes ini telah menyebabkan lebih dari 300 orang tewas.
mengutip AFPPengumuman hari Senin ini merupakan serangan terbesar terhadap LSM hingga saat ini, dengan tuduhan bahwa mereka tidak melaporkan pendapatan mereka.
Pemerintahan Ortega melihat protes tahun 2018 sebagai upaya kudeta yang dipromosikan oleh Washington.
Bulan lalu, sekelompok pakar PBB mengutuk “pelanggaran hukum hak asasi manusia internasional yang sistematis dan meluas” di negara Amerika Tengah tersebut.
Palang Merah Nikaragua dan beberapa badan amal Katolik termasuk di antara LSM yang ditutup sejauh ini, sering kali karena dianggap tuduhan palsu.
Istri Ortega dan wakil presiden, Rosario Murillo, menggambarkan umat beragama sebagai “anak iblis” atau “agen kejahatan” yang melakukan “kekerasan spiritual”.
Pada akhir tahun 2023, sekitar 30 ulama dipenjarakan dan kemudian dikirim ke luar negeri, ke Vatikan.
Juga tahun lalu, pemerintah mengusir lebih dari 300 politisi, jurnalis, intelektual dan aktivis, atas tuduhan makar.
Setidaknya 263 jurnalis terpaksa meninggalkan Nikaragua sejak tindakan keras tersebut dimulai, kata badan kebebasan pers pada bulan Juli.
(pua/pua)