Site icon Pahami

Berita Negara Tetangga RI Naikkan Status Waspada Teror Ekstremis, Ada Apa?


Jakarta, Pahami.id

Australia pada Senin (5/8) menaikkan status waspada ancaman teror dari “mungkin” menjadi “mungkin”.

Kepala intelijen Australia Mike Burgess mengatakan ada peningkatan ancaman terorisme selama 12 bulan ke depan. Meski begitu, belum ada tanda-tanda serangan dalam waktu dekat.


“Keamanan Australia sedang menurun, semakin tidak menentu dan tidak dapat diprediksi,” kata Burgess, seperti dikutip AFP, Senin (5/8).

Burgess mengatakan, saat ini permasalahan keamanan di Australia bukan hanya spionase dan campur tangan asing, tetapi juga terorisme bermotif politik.

“Terorisme bermotif politik kini ditambah dengan spionase dan campur tangan asing sebagai masalah keamanan utama kami,” katanya.

Dia mengatakan banyak warga Australia yang menjadi radikal dan bersedia menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuan mereka.

“Orang-orang ini menganut ideologi anti-otoritas, teori konspirasi, dan berbagai keluhan. Beberapa orang juga menggabungkan berbagai keyakinan untuk menciptakan ideologi hibrida baru,” ujarnya.

Berdasarkan informasi Burgess, ideologi ekstremis di Australia meningkat sejak pandemi Covid-19 dan sejak pecahnya konflik Israel-Hamas di Jalur Gaza Palestina.

Ia khawatir ketegangan yang terjadi di Lebanon belakangan ini juga akan menumbuhkan ideologi ekstrem di Negeri Kanguru tersebut.

Dalam empat bulan terakhir, setidaknya ada delapan “serangan atau gangguan” yang diduga atau berpotensi terkait dengan terorisme. Burgess menolak menjelaskan lebih lanjut mengenai delapan serangan tersebut.

“Meningkatnya konflik di Timur Tengah, khususnya di Lebanon bagian selatan, akan menimbulkan ketegangan lebih lanjut, memperparah ketegangan dan berpotensi memicu keluhan,” ujarnya.

Menurut Burgess, penyebaran keyakinan ekstrem umumnya terjadi di media sosial dan internet. Banyaknya konten di media sosial dan internet menyulitkan intelijen untuk memprediksi dan mengidentifikasi terorisme.

Diduga serangan di masa depan akan melibatkan individu atau kelompok kecil yang menggunakan senjata dasar.

Burgess juga memperingatkan terhadap keterlibatan anak di bawah umur, seperti yang terjadi dalam kasus ekstremis baru-baru ini yang melibatkan seorang anak laki-laki berusia 14 tahun.

Perdana Menteri Australia Anthony Albanese mengatakan pemerintah kini bekerja sama dengan perusahaan media sosial untuk menghapus konten ekstrem dan kekerasan, serta menguji teknologi verifikasi usia.

Albanese juga mengatakan, kasus ideologi ekstrem seperti ini tidak hanya terjadi di Australia, tapi juga di Amerika Serikat dan Inggris.

“Pemerintah di seluruh dunia prihatin terhadap radikalisasi pemuda, radikalisasi online, dan munculnya ideologi hibrida baru,” katanya.

(blq/baca)



Exit mobile version